A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan
antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan
untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi
mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa
diketahui bila terdapat selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan
hasil yang bisa dicapai.
Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris
evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan
Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai
“The process of delineating, obtaining, and providing useful information for
judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk
merumuskan suatu alternatif keputusan.
Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian
terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut
Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan
hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution
(2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses
pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi
adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi
juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran
telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002).
Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah
serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program
pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi
program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauhmana
tujuan pendidikan dapat dicapai.
Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi
sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk
memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan
upaya menilai manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman, 1990).
B. Fungsi-Fungsi Evaluasi
Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan itu
setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu :
1. Memberikan
landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta
didiknya. Di sini, evaluasi dikatakan berfungsi memeriksa (mendiagnose), yaitu
memeriksa pada bagian-bagian manakah para peserta didik pada umumnya mengalami
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, untuk selanjutnya dapat dicari
dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara pemecahannya. Jadi, di sini evaluasi
mempunyai fungsi diagnostik.
2. Memberikan
informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta
didik di tengah-tengah kelompoknya. Dalam hubungan ini, evaluasi sangat
diperlukan untuk dapat menentukan secara pasti, pada kelompok manakah kiranya
seorang peserta didik seharusnya ditempatkan. Dengan kata lain, evaluasi
pendidikan berfungsi menempatkan peserta didik menurut kelompoknya masing-masing,
misalnya kelompok atas (cerdas), kelompok tengah (rata-rata), dan kelompok
bawah (lemah). Jadi, di sini evaluasi memiliki fungsi placement.
3. Memberikan
bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik.
Dalam hubungan ini, evaluasi pendidikan dilakukan untuk menetapkan, apakah
seorang peserta didik dapat dinyatakan lulus atau tidak lulus, dapat dinyatakan
naik kelas ataukah tinggal kelas, dapat diterima pada jurusan tertentu ataukah
tidak, dapat diberikan bea siswa, ataukah tidak dan sebagainya. Dengan
demikian, evaluasi memiliki fungsi selektif.
4. Memberikan
pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang
memerlukannya. Berlandaskan pada hasil evaluasi, pendidik dimungkinkan untuk
dapat memberikan petunjuk dan bimbingan kepada para peserta didik, misalnya
tentang bagaimana cara belajar yang baik, cara mengatur waktu belajar, cara
membaca dan mendalami buku pelajaran dan sebagainya, sehingga
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam proses pembelajaran
dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Dalam keadaan seperti ini, evaluasi
dikatakan memiliki fungsi bimbingan.
5. Memberikan
petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan
telah dapat dicapai. Di sini evaluasi dikatakan memiliki fungsi instruksional,
yaitu melakukan perbandingan antara Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang
telah ditentukan untuk masing-masing mata pelajaran dengan hasil-hasil belajar
yang telah dicapai oleh peserta didik bagi masing-masing mata pelajaran
tersebut, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Adapun secara administratif, evaluasi pendidikan
setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi, yaitu :
1. Memberikan
Laporan
Dalam melakukan evaluasi, akan dapat
disusun dan disajikan laporan mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Laporan mengenai perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik itu pada
umumnya tertuang dalam bentuk Buku Laporan Kemajuan Belajar Siswa, yang lebih
dikenal dengan istilan Rapor (untuk peserta didik pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah), atau Kartu Hasil Studi (KHS), bagi peserta didik di
lembaga pendidikan tinggi, yang selanjutnya disampaikan kepada orang tua
peserta didik tersebut pada setiap catur wulan atau akhir semester.
2. Memberikan
Bahan-bahan Keterangan (Data)
Setiap keputusan pendidikan harus
didasarkan kepada data yang lengkap dan akurat. Dalam hubungan ini, nilai-nilai
hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari kegiatan evaluasi, adalah
merupakan data yang sangat penting untuk keperluan pengambilan keputusan
pendidikan dan lembaga pendidikan : apakah seorang peserta didik dapat
dinyatakan tamat belajar, dapat dinyatakan naik kelas, tinggal kelas, lulus
ataukah tidak lulus, dan sebagainya.
3. Memberikan
Gambaran
Gambaran mengenai hasil-hasil yang telah
dicapai dalam proses pembelajaran tercermin antara lain dari hasil-hasil
belajar peserta didik setelah dilakukannya evaluasi hasil belajar. Dari
kegiatan evaluasi hasil belajar yang telah dilakukan untuk berbagai jenis mata
pelajaran misalnya, akan dapat tergambar bahwa dalam mata pelajaran tertentu
(misalnya Bahasa Arab, matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) pada umumnya
kemampuan peserta didik masih sangat memprihatinkan. Sebaliknya, untuk mata
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan Ilmu Pengetahuan Sosial misalnya,
hasil belajar siswa pada umumnya sangat menggembirakan. Gambaran tentang
kualitas hasil belajar peserta didik juga diperoleh berdasar data yang berupa
Nilai Ebtanas Murni (NEM), Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan lain-lain.
Secara
garis besar dalam proses belajar mengajar, evaluasi memiliki fungsi pokok sebagai
berikut :
a. Untuk
mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah melakukan kegiatan
belajar mengajar selama jangka waktu tertentu.
b. Untuk
mengukur sampai dimana keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan.
c. Sebagai
bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar.
Selain
itu hasil evaluasi juga dapat digunakan untuk:
a. Bahan
pertimbangan bagi bimbingan individual peserta didik.
b. Membuat
diagnosis mengenai kelemahan – kelemahan dan kemampuan peserta didik.
c. Bahan
pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum.
C.
Ciri-ciri
Objek dan Subjek Pendidikan Akuntansi
1. Objek Pendidikan Akuntansi
Yang
dimaksud dengan objek atau sasaran pendidikan ialah segala sesuatu yang
bertalian dengan kegiatan/proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat
perhatian/pengamatan. Karena pihak penilai/evaluator ingin memperoleh informasi
tentang kegiatan/proses pendidikan tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui
objek dari pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi yaitu
segi input ; transformasi; dan output.
a. Input
Dalam
dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input tidak
lain adalah calon siswa. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau
dari segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai
alat untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup 4
hal, yaitu :
·
Kemampuan
Untuk dapat mengikuti program
pendidikan suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon peserta didik harus
memiliki kemampuan yang sepadan atau memadai, sehingga nantinya peserta didik
tidak akan mengalami hambatan atau kesulitan. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur kemampuan ini disebut Attitude Test.
·
Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang
terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Dalam
hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat diperlukan, sebab
baik-buruknya kepribadian secara psikologis akan dapat mempengaruhi mereka
dalam mengikuti program pendidikan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang
disebut Personality Test.
·
Sikap
Sebenarnya sikap ini merupakan
bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala ataugambaran kepribadian yang
memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan
sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi mengenai sikap seseorang
penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan
Attitude Test. Oleh karena tes ini berupa skala, maka disebut dengan Attitude
Scale.
·
Inteligensi
Sebenarnya sikap ini merupakan
bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala ataugambaran kepribadian yang
memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol
dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi mengenai sikap seseorang
penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan
Attitude Test. Oleh karena tes ini berupa skala, maka disebut dengan Attitude
Scale.
b. Transformasi
Transformasi
yang dapat diibaratkan sebagai “mesin pengolah bahan mentah menjadi barang
jadi”, akan memegang peranan yang sangat penting. Ia dapat menjadi factor
penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya
pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan ; karena itu objek-objek
yang termasuk dalam transformasi itu perlu dinilai/dievaluasi secara
berkesinambungan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian
demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan antara lain :
1.
Kurikulum/materi pelajaran,
2.
Metode pengajaran dan cara penilaian,
3.
Sarana pendidikan/media pendidikan,
4.
System administrasi,
5.
Guru dan personal lainya dalam proses pendidikan.
c. Output
Sasaran
dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil
diraih peserta didik setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama
jangka waktu yang telah ditentukan. Alat yang digunakan untuk mengukur
pencapaian ini disebut Achievement Test.
2. Subjek Pendidikan
Subjek/pelaku
pendidikan adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat
disebut subjek evaluasi untuk setiap tes ditentukan oleh suatu aturan pembagian
tugas atau ketentuan yang berlaku, karena tidak setiap orang dapat
melakukannnya.
Dalam
kegiatan evaluasi pendidikan di mana sasaran evaluasinya adalah sasaran
belajar, maka subjek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata
pelajaran tertentu. Jika evaluasi yang dilakukan itu sasarannya adalah peserta
didik, maka subjek evaluasinya adalah guru atau petugas yang sebelum melaksanakan
evaluasi tentang sikap itu, terlebih dahulu telah memperoleh pendidikan atau
latihan mengenai cara-cara menilai sikap seseorang.
Adapun
apabila sasaran yang dievaluasi adalah kepribadian peserta didik, di mana
pengukuran tentang kepribadian itu dilakukan dengan menggunakan instrumen
berupa tes yang sifatnya baku (Standardized Test), maka subjek evaluasinya
tidak bisa lain kecuali seorang psikolog; yaitu seseorang yang memang telah
dididik untuk menjadi tenaga ahli yang profesional dibidang psikologi. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping alat-alat evaluasi yang digunakan
untuk mengukur kepribadian seseorang itu sifatnya rahasia, juga hasil-hasil
pengukuran yang diperoleh dari tes kepribadian itu, hanya dapat diinterpretasi
dan disimpulkan oleh para psikolog tersebut, tidak mungkin dapat dikerjakan
oleh orang lain.
D. Validitas
Validitas berasal dari kata “validity”
yang artinya sejauhmanaketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya.Validitas dalam bahasa Indonesia sering disebut valid disebut
juga denganistilah shahih. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggijika alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil
ukuryang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Adapun alatyang
digunakan dalam hal ini adalah kisi-kisi soal ujian dan Garis-Garis
BesarProgram Pengajaran (GBPP) yang berlaku dan sesuai dengan yang diajarkan .
Macam-macam Validitas Suatu TesValiditas
sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran pengukurandan hasil dari
pengalaman sehingga diperoleh validitas logis dan validitasempiris. Secara
garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas tes danvaliditas item.
Adapun validites tes dibagi menjadi dua yaitu validitas logisdan validitas
empiris.
1. Validitas
Logis Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal darikata logika
yang berarti penalaran. Validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi
menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrument yang memenuhi persyaratan valid
berdasarkan hasil penalaran.Validitas ini disebut juga validitas ideal,
validitas rasional atauvaliditas dasollen.Untuk dapat menentukan apakah suatu
tes sudah memiliki validitas rasional atau belum, dapat dilakukan penelusuran
dari duasegi, yaitu segi isinya (content) dan dari segi susunan atau konstruksinya
(construct).
a. Validitas
Isi (Content Validity)Suatu tes dikatakan memiliki validitas isi apabila
mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan. Validitas isi adalah validitas yang dilihat dari segi tes itu
sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu sejauh mana tes hasil belajar
sebagai alat pengukur belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara
representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya
diteskan (disajikan). Validitas isi atau content validity mempersoalkan apakah isi
butir tes yang disajikan mencerminkan isi kurikulum yangseharusnya diukur atau
tidak. Dengan kata lain sejauh manakah isi suatu tes sungguh-sungguh
mencerminkan rincian bahan pelajaran yang tersaji dalam garis-garis besar
program pengajaran dalam suatu kurikulum menentukan taraf validitas isinya.
Untukitu diperlukan pemeriksaan kembali terhadap bahan-bahan yang akan diteskan
dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Karena materi yang diajarkan ini
tertuang dalam GBPP yang merupakan penjabaran dari kurikulum yang ditentukan,
makavaliditas isi ini sering disebut dengan validitas kurikuler.Validitas isi
dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara
isi yang terkandung dalam teshasil belajar dengan tujuan instruksional yang
telah ditentukan..Jika penganalisaan secara rasional itu menunjukkan hasil
yangmembenarkan tercerminnya tujuan instruksional itu didalam tes hasil
belajar, maka tes hasil belajar itu dapat dinyatakan dengan tes hasil belajar
yang memiliki validitas isi. Sebaliknya jika materi tersebut menyimpang dari
tujuan instruksional khusus maka testersebut tidak valid ditinjau dari
validitas isi.
b. Validitas
Konstruksi (Construct Validity)Secara etimologis, kata “konstruksi” mengandung
arti susunan, kerangka atau rekaan. Adapun secara terminologis, validitas
konstruksi adalah validitas yang menunjukkkan sejauh mana suatu tes mengukur
konstruksi teoritik yang hendak diukurnya, yang dimaksudkan disini adalah
konstruksi teoripsikologis.Suatu tes hasil belajar telah memiliki validitas
susunan jika butir-butir soal atau item yang membangun tes tersebut benar benar
telah dapat dengan secara tepat mengukur aspek-aspek berfikir sebagaimana telah
ditentukan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain hasil- hasil tes
itu disesuaikan dengan tujuan atau ciri tingkah laku yang hendak diukur. Validitas
konstruksi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan melakukan
pencocokan antara aspek-aspek berfikir yang terkandung dalam tes hasil belajar
tersebut dengan aspek-aspek berfikir yang dikehendaki oleh tujuan instruksional
khusus. Jika secara logis atau secara rasional hasil penganalisaan itu
menunjukkan bahwa aspek-aspek berfikir yang diungka pmelalui butir-butir soal
tes hasil belajar itu sudah dengan secara tepat mencerminkan aspek-aspek yang
diungkap pada tujuan instruksional khusus, maka tes hasil belajar tersebut
dinyatakan telah memiliki validitas konstruksi.
2.
Validitas
Empirik (Validitas Kriterium)
Validitas empirik atau validitas
kriterium adalah validitas yang bertujuan untuk mengukur ketepatan sebuah alat
evalusi berdasarkan kriterium tertentu. Validitas kriterium lebih banyak
menggunakan validator dari subjek walaupun tidak menutup kemungkinan
menggunakan (validatornya) adalah ahli. Validitas kriterium juga memliki dua
jenis, yaitu:
a. Validitas Banding
Validitas banding disebut demikian jika alat evaluasi tersebut tepat mengukur dengan berdsarakan pengalaman.
Validitas banding disebut demikian jika alat evaluasi tersebut tepat mengukur dengan berdsarakan pengalaman.
b. Validitas Ramalan
Validitas ramalan adalah validitas yang tepat mengukur dalam memprediksi kejadian di masa mendatang.
Validitas ramalan adalah validitas yang tepat mengukur dalam memprediksi kejadian di masa mendatang.
Jika proses pengumpulan data hasil penilaian validator maka
selanjutnya adalah menganalisis hasil penilaian tersebut. Analisis tersebut
dimaksudkan untuk menentukan korelasi antara skor yang dikumpulkan melalui alat
evaluasi tersebut dengan skor yang telah ada atau melalui alat ukur lainnya,
tentunya alat ukur yang telah dibakukan dan diasumsikan memiliki tingkat
validitas yang tinggi.
Beberapa jenis analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan koefisien validitasnya, antara lain:
- Korelasi Product Moment dengan Simpangan.
Korelasi Product Moment, dengan persamaan:
Keterangan:
- rxy adalah koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
- x adalah selilih antara X dengan X rata-rata (x =X-Xrata-rata)
- y adalah selilih antara X dengan X rata-rata (y =Y-Yrata-rata)
- Korelasi Product Moment dengan Angka Kasar
Korelasi Product Moment dengan Angka Kasar, dengan
persamaan:
Keterangan, N adalah banyaknya subjek
- Korelasi Metode Ranking
Korelasi Metode Ranking, dengan persamaan:
Keterangan: N adalah jumlah subjek dan d
adalah selisih rangking antara X dan Y
Hasil
analisis data dalam menentukan koefisien validitasnya selanjutnya dicocokan
dengan kriteria validitas dari alat evaluasi tersebut, yaitu:
Koefisien
validitas
|
Kriteria
|
0,80
- 1,00
|
Sangat
tinggi
|
0,60
- 0,80
|
Tinggi
|
0,40
- 0,60
|
Sedang
|
0,20
- 0,40
|
Rendah
|
0,00
- 0,20
|
Sangat
rendah
|
<
0,00
|
Tidak
valid
|
Untuk menghindari rendahnya tingkat validitas
terutama pada kategori valid Rendah dan Sangat Rendah atau berada
pada koefisien validitas di bawah nilai 0,40 dikategorikan tidak valid
hal ini bertujuan untuk mempertahankan tingkat kesahihan alat evaluasi
tersebut, sedangkan pada koefisien validitas 0,40-0,60 (kriteria sedang)
dikategorikan valid setelah sebelumnya diadakan revisi terhadap alat evaluasi
tersebut.
E. Reabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali –
kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama –
sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan. Dalam penelitian
keperawatan, walaupun sudah ada beberapa pertanyaan ( kuisioner ) yang sudah
distandarisasi baik nasional maupun internasional ,peneliti harus tetap
menyeleksi instrumen yang dipilih dengan mempertimbangkan keadaan sosial budaya
dari area penelitian ( Nursalam, 2003 : 108 ).
Reliabilitas berarti konsistensi tes mengukur
apa yang seharusnya diukur.Realibilitas tes perlu, tetapi tidak memadai sebagai
syarat validitas tes. Agar supaya tes valid, maka dia harus reliabel. Namun
demikian tes yang reliabel belum tentu valid.
Reabilitas merujuk pada konsitensi skor yang di
capai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada
kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent
items) yang berbeda, atau di bawa kodisi pengujian yang berbeda. Konsep
reliabilitas ini mendasari perhitungan kesalahan pengukuran atas skor
tunggal, yang bisa kita pakai untuk memprediksi kisaran fluktuasi yang mungkin
muncul dalam skor individual sebagai hasil dari faktor-faktor peluang yang tak
diketahui atau irrelevan.
Dalam pengertian yang paling luas, reliabilitas
tes menunjukkan sejauh mana perbedaan-perbedaan individual dalam skor tes dapat
dianggap sebagai disebabkan oleh perbedaan yang sesungguhnya dalam karateristik
yang dipertimbangkan dan sejauh mana dapat dianggap disebabkan oleh kesalahan
peluang. Untuk menempatkannya dalam istilah yang lebih teknis, ukuran-ukuran
reliabilitas tes memungkinkan untuk memperkirakan berapa proporsi dari varians
total skor-skor tes yang merupakan varians kesalahan.
Pada dasarnya, koefisien korelasi (r)
menyatakan derajat kesesuaian atau hubungan, antara dua perangkat skor.
Dengan demikian, jika individu dengan skor top pada variabel 1 juga mendapatkan
skor top pada variabel 2, individu nomor dua pada variabel dua dan seterisnya
sampai pada individu paling buruk skornya dalam kelompok, lalu akan ada
korolasi sempurna pada variabel 1 dan 2. korelasi seperti akan memiliki nilai +
1,00.
Ada tiga kategori koefisien reliabilitas, yaitu
:
1. Reliabilitas
test-Retes
Menggunakan
sebuah instrumen, namun diteskan dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua
kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Teknik
perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan yaitu rumus korelasi
Pearson.
2. Reliabilitas
Bentuk-Alternatif
Sejak
awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrumen yang paralel
(ekuivalen), yaitu dua buah instrumen yang disusun berdasarkan satu kisi-kisi.
Setiap butir soal dari instrumen yang satu selalu harus dapat dicarikan
pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua.
Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil kedua instrumen tersebut dihitung
korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson).
Korelasi antara skor-skor yang didapatakan pada dua bentuk itu merupakan
koefisien reliabilitas tes.
3. Konsistensi
Internal Ukuran Reliabilitas
Reliabilitas Belah-Separuh (Split-Half
Reliability).
Peneliti
boleh hanya memiliki seperangkat instrumen saja dan hanya diujicobakan satu
kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh
instrumen menjadi dua sama besar.
F. Taksonomi
Kata
taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan
nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan
suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang
lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih
spesifik.
Dalam
pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi
beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat),
mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling
kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi pendidikan
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956,
sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom.
Taksonomi
Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama
kali disusun oleh Benjamin S. Bloom
pada tahun 1956.
Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah,
kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang
lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga
domain, yaitu:
- Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
- Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan
tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama
dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki
Hajar Dewantoro,
yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran,
penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa
kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai
dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari
tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk
mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan
“pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
1. Domain Kognitif
Bloom
membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua
bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua
berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
Berisikan
kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika
diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa
menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas,
standar kualitas minimum untuk produk, dsb.
Dikenali
dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram,
arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg
diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.
Di
tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi
informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada
di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya
kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.
Di
tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di
level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject,
membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan
setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
Satu
tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan
mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan
solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas
mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan
pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
Dikenali
dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,
dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan
nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang
manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk
dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb.
2. Domain Afektif
Kesediaan
untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran
bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
# Responding
(Tanggapan)
Memberikan
reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,
kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
# Valuing
(Penghargaan)
Berkaitan
dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau
tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai
tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
# Organization
(Pengorganisasian)
Memadukan
nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk
suatu sistem nilai yang konsisten.
Memiliki
sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik
gaya-hidupnya.
3. Domain Psikomotor
Rincian
dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan
domain yang dibuat Bloom.
Penggunaan
alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
Kesiapan
fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
Tahap
awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi
dan gerakan coba-coba.
Membiasakan
gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan
cakap.
v Adaptation
(Penyesuaian)
Keterampilan
yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
Membuat pola gerakan baru yang
disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.
G. Tes Standar
Tes
kemampuan pada dasarnya terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Aptitude test (tes bakat)
2. Achievement test (tes prestasi)
Perbedaan
antara kedua tes ini sebenarnya tidak tegas, soal-soal mengenai kedua tes
tersebut seringkali saling melengkupi (overlap). Untuk kedua macam tes ini
biasanya menggunakan hitungan-hitungan dan perbendaharaan kata-kata dan
sekelompok tes dari kedua macam tes ini biasanya juga menguji tentang keterampilan
membaca. Kesamaan yang lain adalah bahwa keduanya telah digunakan untuk
meramalkan hasil untuk masa yang akan datang, walaupun pada umumnya jika kita
menggunakan tes prestasi penilai melihat apa yang telah diperoleh setelah siswa
(tercoba) itu di beri suatu pelajaran.
Prosedur
yang digunakan untuk menentukan isi dari tes prestasi juga sedikit berbeda
dengan yang digunakan pada waktu penyusunan tes bakat. Di dalam penyusunan tes
prestasi belajar usaha-usaha digunakan untuk menentukan pengetahuan dan keterampilan
yang sudah di ajarkan di berbagai tingkat pendidikan dan butir-butir tes di
peruntukkan bagi penilaian materi-materi ini.
1.
Tes Prestasi Standar
Di
antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi
standar. Dalam salah satu kamus, arti kata “standar” adalah:
·
A degree of level of requirement,
excellence, or attainment (Scarvia B. Anderson)
Standar
untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang harus
dimiliki bagi suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu kursus A
berbeda dengan kursus B. Jadi standar ini dapat dibuat “keras” maupun “lunak”
tergantung dari yang mempunyai kebijaksanaan. Suatu tes standar dengan demikian
berbeda dengan tes prestasi biasa.
Prosedur
yang digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui cara
langsung yang ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan
spesifikasi yang digunakan untuk menentukan isi dalam tes bakat biasanya
didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis tugas yang merupakan
tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga mempertimbangkan sifat-sifat
yang ada pada manusia. Analisis jabatan analisis tugas yang dilakukan biasanya
tidak didasarkan atas salah satu kurikulum, tetapi di ambil dari masyarakat.
Istilah
“standar” dalam tes di maksudkan bahwa semua siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan
dengan mengikuti petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula.
Dengan demikian maka seolah-olah ada suatu standar atau ukuran sehingga
diperoleh satu standar penampilan (performance) dan penampilan kelompok lain
dapat dibandingkan dengan penampilan kelompok standar tersebut.
Istilah
“standar” tidak mengandung arti bahwa tes itu mengukur apa yang harus dan dapat
di ajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menyiapkan suatu
tingkat tertentu. Sekali lagi, tes standar dipolakan untuk penampilan prestasi
sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara seragam, di usahakan dalam kondisi
yang seragam, baik itu di berikan kepada siswa dalam pelaksanaan perseorangan
maupun siswa sebagai anggota dari suatu kelompok.
Penyusun
tes standar selalu mengusahakan agar sistem skoringnya sangat objektif sehingga
dapat diperoleh reliabilitas yang tinggi. Apabila mungkin, dilakukan dengan
mesin, hal ini tidak berarti bahwa bentuk tes standar harus selalu pilihan
berganda. Tetapi untuk skoringnya di usahakan agar tidak kena bias
faktor-faktor lain. Usaha lain adalah penggunaan skala skor dan norma yang
relevan. Skala skor di gunakan untuk menyesuaikan antara bentuk paralel dan
bentuk aslinya. Di samping itu juga diperlukan penjelasan terinci tentang tes
itu. Tentang keterangan ini akan dibicarakan pada bagian kelengkapan tes
standar.
2.
Perbandingan antara Tes Standar dengan Tes Buatan Guru
Setelah
mempelajari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa tes standar sebenarnya
bukanlah suatu yang istimewa dalam tes prestasi belajar. Tes ini disusun dalam
tipe-tipe soal yang sama dan meliputi bahan atau pengetahuan yang sama banyak
dengan bahan atau pengetahuan yang dicakup oleh tes buatan guru.
Tes Standar :
1) Di
dasarkan atas bahan dan tujuan umum dari sekolah-sekolah diseluruh negara.
2) Mencakup aspek yang luas dan pengetahuan atau
keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk setiap keterampilan atau
topik.
3) Disusun
dengan kelengkapan staf profesor, pembahas, editor, butir tes.
4) Menggunakan
butir-butir tes yang sudah di ujicobakan (try out), di analisis dan di revisi
sebelum menjadi sebuah tes.
5) Mempunyai
reliabilitas yang tinggi.
6) Dimungkinkan
menggunakan norma untuk seluruh negara.
Tes Buatan Guru :
1) Di
dasarkan atas bahan dan tujuan khusus yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya
sendiri.
2) Dapat
terjadi hanya mencakup pengetahuan atau keterampilan yang sempit.
3) Biasanya
disusun sendiri oleh guru dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain/tenaga
ahli.
4) Jarang-jarang
menggunakan butir-butir tes yang sudah di ujicobakan, dianalisis, dan di
revisi.
5) Mempunyai
reliabilitas sedang dan rendah.
6) Norma
kelompok terbatas kelas tertentu.
Untuk
menyusun tes standar, di butuhkan waktu yang lama. Seperti disebutkan bahwa
untuk memperoleh sebuah tes standar melalui prosedur:
- Penyusunan;
- Uji coba;
- Analisis;
- Revisi;
- Edit.
3. Kegunaan Tes Standar
Secara
singkat dapat dikemukakan bahwa kegunaan tes standar adalah:
a) Jika
ingin membuat perbandingan,
b) Jika banyak orang yang akan memasuki suatu
sekolah tetapi tidak tersedia data tentang calon ini.
Walaupun
sangat luas, namun secara garis besar, kegunaan tes standar adalah:
1) Membandingkan
prestasi belajar dengan pembawaan individu atau kelompok.
2) Membandingkan
tingkat prestasi siswa dalam keterampilan di berbagai bidang studi untuk
individu atau kelompok.
3) Membandingkan
prestasi siswa antara berbagai sekolah atau kelas.
4) Mempelajari
perkembangan siswa dalam suatu periode waktu tertentu.
4. Kegunaan Tes Buatan Guru
1) Untuk
menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang di berikan
dalam waktu tertentu.
2) Untuk menentukan apakah sesuatu tujuan telah
tercapai.
3) Untuk
memperoleh suatu nilai.
Selanjutnya
baik tes standar dan tes buatan guru di anjurkan dipakai jika hasilnya akan
digunakan untuk:
a. Mengadakan
diagnosis terhadap ketidakmampuan siswa.
b. Menentukan
tempat siswa dalam suatu kelas atau kelompok.
c. Memberikan
bimbingan kepada siswa dalam pendidikan dan pemilihan jurusan.
d. Memilih
siswa untuk program-program khusus.
5. Kelengkapan Tes Standar
Sebuah
tes yang sudah distandardisasikan dan sudah dapat disebut sebagai tes standar,
biasanya dilengkapi dengan sebuah manual. Manual ini memuat
keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk yang perlu terutama yang
menjelaskan tentang pelaksanaan, menskor, dan mengadakan interpretasi.
Secara
garis besar manual tes standar ini memuat:
1) Ciri-ciri mengenai tes
2) Tujuan serta keuntungan-keuntungan dari tes
3) Proses standardisasi tes
4) Petunjuk-petunjuk tentang cara pelaksanaan
test.
5) Petunjuk-petunjuk bagaimana cara menskor
6) Petunjuk-petunjuk untuk menginterpretasikan
hasil
7) Saran-saran lain
H. Analisis Nilai Tes
Tes
sebagai Alat Penilaian Hasil Belajar
1. Tes Uraian
Tes
uraian , yang dalam literature disebut juga essay examination, merupakan alat
penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini merupakan
alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah
pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk
menguraikan,menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alas an, dan
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan
kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan
siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Berikut ini
kelebihaan atau keunggulan tes uraian antara lain adalah:
a) Dapat
mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
b) Dapat
mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan
benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
c) Dapat
melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berfikir logis,
analitis, dan sistematis;
d) Mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving)
e) Adanya
keuntungan teknis seperti mudahnya membuat soal sehingga tanpa memakan waktu
yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berfikir siswa.
Dilain
pihak kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini antara lain adalah
:
a) Sampel
tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua
bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat
menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
b) Sifatnya
sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam
cara memeriksanya. Guru bias bertanya tentang hal-hal yang menarik baginya, dan
jawabannya berdasarkan apa yang dikehendakinya;
c) Tes
ini juga biasanya kurang realibel, mengungkap aspek yang terbatas ,
pemeriksaanya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang
jumlah siswanya relative besar.
a. Jenis-jenis tes uraian
(a) Uraian bebas (free essay)
(b) Uraian terbatas dan uraian terstruktur
Melihat
karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila
bertujuan untuk :
a. Mengungkapkan
para pandangan siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan
intensitasnya.
b. Mengupas
suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak ada
satu pun jawaban yang pasti.
c. Mengembangkan
daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi dan
dimensinya.
Kelemahan
tes ini adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bias bervariasi, sulit
menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru
sebagai penilainya.
Bentuk
kedua dari tes uraian adalah uraian terbatas. Dalam bentuk pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau
ada pembatasan tertentu. Pembatasan bias dari segi : (a) ruang lingkupnya, (b)
sudut pandang menjawabnya (c) indikator-indikatornya.
b. Menyusun soal bentuk uraian
1) Dari segi isi yang diukur
Segi
yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abiliasnya, misalnya
pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan, dan aspek
kognitif lainnya. Dengan kejelasan apa yang akan diungkapkan maka soal atau
pertanyaan yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan siswa dalam abilitas
tersebut.
2) Dari segi bahasa
Gunakan
bahasa yang baik dan benar sehingga mudah diketahui makna yang terkandung dalam
rumusan pertanyaan.
3) Dari segi teknis penyajian soal.
Hendaknya
jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang sama sekalipun untuk
abilitas yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih
komperhensif daripada segi lingkup materinya.
4) Dari segi jawaban
Setiap
pertanyaan yang hendak diajukan sebaikmya telah ditentukan jawaban yang
diharapkan, minimal pokok-pokoknya. Tentukan pula besarnya skor maksimal untuk
setiap soal yang dijawab benar dan skor minimal bila jawaban diaangap salah
atau kurang memadai.
c. Pemeriksaan, skoring, dan penilaian tes
uraian.
Ada
dua cara pemeriksaan jawaban soal uraian. Cara pertama ialah diperiksa seorang
demi seseorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Cara kedua adalah
diperiksa nomor demi nomor untuk semua siswa. Artinya diperiksa terlebih dahulu
omor satu untuk semua siswa. Kemudian diberi skor , dan setelah selesai baru
soal nomor dua.
2. Tes Objektif
Soal-soal
bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini
disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam
tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan.
a. Bentuk soal jawaban singkat
Bentuk
soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata,
bilangan, kalimat, atau symbol dan jawaban hanya dapat bernilai benar atau
salah. Ada dua bentuk soal jawaban singkat, yaitu bentuk pertanyaan langsung
dan bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Contoh
:
- Berapakah luas daerah segitiga yang panjang
alasnya 8 cm dan tingginya 6 cm.
b. Bentuk soal benar-salah
Bentuk
soal benar adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pertanyaan. Sebagian dari
pertanyaan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi meupakan
pernyataan salah. Pada umumnya bentuk soal benar-benar dapat dipakai untuk
mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi, dan prinsip.
Contoh
:
(B)-S 1. Danau Toba di sumatera Utara dari segi
pembentukannya merupakan danau tektonik.
B-(S) 2. Berat satu liter air adalah 100 gram.
c. Bentuk soal menjodohkan
Bentuk
soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang parallel. Kedua
kelompok pernyataan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri
merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.
Contoh
;
1.
Kekurangan vitamin C
a. Penyakit rabun ayam
2.
Kekurangan vitamin B kompleks
b. seriawan
3.
Kekurangan vitamin B1 c.
Penyakit gondok
4.
Kekurangan vitamin A
d. Penyakit rakhitis
5. Kekurangan vitamin D e.
Penyakit beri-beri
d. Bentuk
soal pilihan ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai
satu jawaban yang benar atau paling cepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk
soal pilihan ganda terdiri atas :
·
steam
- pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan
dinyatakan
·
option
- sejumlah pilihan atau alternative jawaban
·
kunci
- jawaban yang benar atau paling tepat
·
distractor
- jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta. PT Bina Aksara.
Harjanto.2010.
Perencanaan Pengajaran. Jakarta :
Rineka Cipta.
Mudjijo.
1995. Tes Hasil Belajar. Jakarta. PT
Bumi Aksara
Sudijono,
Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta. PT Rajagrafindo Persada
Sudjana,
Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar