Jumat, 08 Juni 2012

evaluasi

A.   Pengertian Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai.
Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002).
Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai.
Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan upaya menilai manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman, 1990).

B.   Fungsi-Fungsi Evaluasi

Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu :
1.      Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya. Di sini, evaluasi dikatakan berfungsi memeriksa (mendiagnose), yaitu memeriksa pada bagian-bagian manakah para peserta didik pada umumnya mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, untuk selanjutnya dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara pemecahannya. Jadi, di sini evaluasi mempunyai fungsi diagnostik.
2.      Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya. Dalam hubungan ini, evaluasi sangat diperlukan untuk dapat menentukan secara pasti, pada kelompok manakah kiranya seorang peserta didik seharusnya ditempatkan. Dengan kata lain, evaluasi pendidikan berfungsi menempatkan peserta didik menurut kelompoknya masing-masing, misalnya kelompok atas (cerdas), kelompok tengah (rata-rata), dan kelompok bawah (lemah). Jadi, di sini evaluasi memiliki fungsi placement.
3.      Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik. Dalam hubungan ini, evaluasi pendidikan dilakukan untuk menetapkan, apakah seorang peserta didik dapat dinyatakan lulus atau tidak lulus, dapat dinyatakan naik kelas ataukah tinggal kelas, dapat diterima pada jurusan tertentu ataukah tidak, dapat diberikan bea siswa, ataukah tidak dan sebagainya. Dengan demikian, evaluasi memiliki fungsi selektif.
4.      Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang memerlukannya. Berlandaskan pada hasil evaluasi, pendidik dimungkinkan untuk dapat memberikan petunjuk dan bimbingan kepada para peserta didik, misalnya tentang bagaimana cara belajar yang baik, cara mengatur waktu belajar, cara membaca dan mendalami buku pelajaran dan sebagainya, sehingga kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Dalam keadaan seperti ini, evaluasi dikatakan memiliki fungsi bimbingan.
5.      Memberikan petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai. Di sini evaluasi dikatakan memiliki fungsi instruksional, yaitu melakukan perbandingan antara Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang telah ditentukan untuk masing-masing mata pelajaran dengan hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik bagi masing-masing mata pelajaran tersebut, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Adapun secara administratif, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi, yaitu :
1.      Memberikan Laporan
Dalam melakukan evaluasi, akan dapat disusun dan disajikan laporan mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Laporan mengenai perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik itu pada umumnya tertuang dalam bentuk Buku Laporan Kemajuan Belajar Siswa, yang lebih dikenal dengan istilan Rapor (untuk peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah), atau Kartu Hasil Studi (KHS), bagi peserta didik di lembaga pendidikan tinggi, yang selanjutnya disampaikan kepada orang tua peserta didik tersebut pada setiap catur wulan atau akhir semester.
2.      Memberikan Bahan-bahan Keterangan (Data)
Setiap keputusan pendidikan harus didasarkan kepada data yang lengkap dan akurat. Dalam hubungan ini, nilai-nilai hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari kegiatan evaluasi, adalah merupakan data yang sangat penting untuk keperluan pengambilan keputusan pendidikan dan lembaga pendidikan : apakah seorang peserta didik dapat dinyatakan tamat belajar, dapat dinyatakan naik kelas, tinggal kelas, lulus ataukah tidak lulus, dan sebagainya.
3.      Memberikan Gambaran
Gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran tercermin antara lain dari hasil-hasil belajar peserta didik setelah dilakukannya evaluasi hasil belajar. Dari kegiatan evaluasi hasil belajar yang telah dilakukan untuk berbagai jenis mata pelajaran misalnya, akan dapat tergambar bahwa dalam mata pelajaran tertentu (misalnya Bahasa Arab, matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) pada umumnya kemampuan peserta didik masih sangat memprihatinkan. Sebaliknya, untuk mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan Ilmu Pengetahuan Sosial misalnya, hasil belajar siswa pada umumnya sangat menggembirakan. Gambaran tentang kualitas hasil belajar peserta didik juga diperoleh berdasar data yang berupa Nilai Ebtanas Murni (NEM), Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan lain-lain.
Secara garis besar dalam proses belajar mengajar, evaluasi memiliki fungsi pokok sebagai berikut :
a.       Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu.
b.      Untuk mengukur sampai dimana keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan.
c.       Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar.
Selain itu hasil evaluasi juga dapat digunakan untuk:
a.       Bahan pertimbangan bagi bimbingan individual peserta didik.
b.      Membuat diagnosis mengenai kelemahan – kelemahan dan kemampuan peserta didik.
c.       Bahan pertimbangan bagi perubahan atau perbaikan kurikulum.

C.   Ciri-ciri Objek dan Subjek Pendidikan Akuntansi
1. Objek Pendidikan Akuntansi
Yang dimaksud dengan objek atau sasaran pendidikan ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan/proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian/pengamatan. Karena pihak penilai/evaluator ingin memperoleh informasi tentang kegiatan/proses pendidikan tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui objek dari pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi yaitu segi input ; transformasi; dan output.

a.       Input
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input tidak lain adalah calon siswa. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup 4 hal, yaitu :
·      Kemampuan
Untuk dapat mengikuti program pendidikan suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon peserta didik harus memiliki kemampuan yang sepadan atau memadai, sehingga nantinya peserta didik tidak akan mengalami hambatan atau kesulitan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini disebut Attitude Test.
·      Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat diperlukan, sebab baik-buruknya kepribadian secara psikologis akan dapat mempengaruhi mereka dalam mengikuti program pendidikan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut Personality Test.
·      Sikap
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala ataugambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi mengenai sikap seseorang penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan Attitude Test. Oleh karena tes ini berupa skala, maka disebut dengan Attitude Scale.
·      Inteligensi
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala ataugambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi mengenai sikap seseorang penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan Attitude Test. Oleh karena tes ini berupa skala, maka disebut dengan Attitude Scale.

b. Transformasi
Transformasi yang dapat diibaratkan sebagai “mesin pengolah bahan mentah menjadi barang jadi”, akan memegang peranan yang sangat penting. Ia dapat menjadi factor penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan ; karena itu objek-objek yang termasuk dalam transformasi itu perlu dinilai/dievaluasi secara berkesinambungan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan antara lain :

1.       Kurikulum/materi pelajaran,
2.       Metode pengajaran dan cara penilaian,
3.       Sarana pendidikan/media pendidikan,
4.       System administrasi,
5.       Guru dan personal lainya dalam proses pendidikan.

c. Output
Sasaran dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil diraih peserta didik setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Alat yang digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut Achievement Test.

2. Subjek Pendidikan
Subjek/pelaku pendidikan adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat disebut subjek evaluasi untuk setiap tes ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku, karena tidak setiap orang dapat melakukannnya.
Dalam kegiatan evaluasi pendidikan di mana sasaran evaluasinya adalah sasaran belajar, maka subjek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika evaluasi yang dilakukan itu sasarannya adalah peserta didik, maka subjek evaluasinya adalah guru atau petugas yang sebelum melaksanakan evaluasi tentang sikap itu, terlebih dahulu telah memperoleh pendidikan atau latihan mengenai cara-cara menilai sikap seseorang.
Adapun apabila sasaran yang dievaluasi adalah kepribadian peserta didik, di mana pengukuran tentang kepribadian itu dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa tes yang sifatnya baku (Standardized Test), maka subjek evaluasinya tidak bisa lain kecuali seorang psikolog; yaitu seseorang yang memang telah dididik untuk menjadi tenaga ahli yang profesional dibidang psikologi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping alat-alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang itu sifatnya rahasia, juga hasil-hasil pengukuran yang diperoleh dari tes kepribadian itu, hanya dapat diinterpretasi dan disimpulkan oleh para psikolog tersebut, tidak mungkin dapat dikerjakan oleh orang lain.

D.   Validitas
Validitas berasal dari kata “validity” yang artinya sejauhmanaketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.Validitas dalam bahasa Indonesia sering disebut valid disebut juga denganistilah shahih. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggijika alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukuryang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Adapun alatyang digunakan dalam hal ini adalah kisi-kisi soal ujian dan Garis-Garis BesarProgram Pengajaran (GBPP) yang berlaku dan sesuai dengan yang diajarkan .
Macam-macam Validitas Suatu TesValiditas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran pengukurandan hasil dari pengalaman sehingga diperoleh validitas logis dan validitasempiris. Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas tes danvaliditas item. Adapun validites tes dibagi menjadi dua yaitu validitas logisdan validitas empiris.
1.      Validitas Logis Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal darikata logika yang berarti penalaran. Validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrument yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran.Validitas ini disebut juga validitas ideal, validitas rasional atauvaliditas dasollen.Untuk dapat menentukan apakah suatu tes sudah memiliki validitas rasional atau belum, dapat dilakukan penelusuran dari duasegi, yaitu segi isinya (content) dan dari segi susunan atau konstruksinya (construct).
a.       Validitas Isi (Content Validity)Suatu tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Validitas isi adalah validitas yang dilihat dari segi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diteskan (disajikan). Validitas isi atau content validity mempersoalkan apakah isi butir tes yang disajikan mencerminkan isi kurikulum yangseharusnya diukur atau tidak. Dengan kata lain sejauh manakah isi suatu tes sungguh-sungguh mencerminkan rincian bahan pelajaran yang tersaji dalam garis-garis besar program pengajaran dalam suatu kurikulum menentukan taraf validitas isinya. Untukitu diperlukan pemeriksaan kembali terhadap bahan-bahan yang akan diteskan dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Karena materi yang diajarkan ini tertuang dalam GBPP yang merupakan penjabaran dari kurikulum yang ditentukan, makavaliditas isi ini sering disebut dengan validitas kurikuler.Validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam teshasil belajar dengan tujuan instruksional yang telah ditentukan..Jika penganalisaan secara rasional itu menunjukkan hasil yangmembenarkan tercerminnya tujuan instruksional itu didalam tes hasil belajar, maka tes hasil belajar itu dapat dinyatakan dengan tes hasil belajar yang memiliki validitas isi. Sebaliknya jika materi tersebut menyimpang dari tujuan instruksional khusus maka testersebut tidak valid ditinjau dari validitas isi.

b.      Validitas Konstruksi (Construct Validity)Secara etimologis, kata “konstruksi” mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Adapun secara terminologis, validitas konstruksi adalah validitas yang menunjukkkan sejauh mana suatu tes mengukur konstruksi teoritik yang hendak diukurnya, yang dimaksudkan disini adalah konstruksi teoripsikologis.Suatu tes hasil belajar telah memiliki validitas susunan jika butir-butir soal atau item yang membangun tes tersebut benar benar telah dapat dengan secara tepat mengukur aspek-aspek berfikir sebagaimana telah ditentukan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain hasil- hasil tes itu disesuaikan dengan tujuan atau ciri tingkah laku yang hendak diukur. Validitas konstruksi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek-aspek berfikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut dengan aspek-aspek berfikir yang dikehendaki oleh tujuan instruksional khusus. Jika secara logis atau secara rasional hasil penganalisaan itu menunjukkan bahwa aspek-aspek berfikir yang diungka pmelalui butir-butir soal tes hasil belajar itu sudah dengan secara tepat mencerminkan aspek-aspek yang diungkap pada tujuan instruksional khusus, maka tes hasil belajar tersebut dinyatakan telah memiliki validitas konstruksi.

2.      Validitas Empirik (Validitas Kriterium)
Validitas empirik atau validitas kriterium adalah validitas yang bertujuan untuk mengukur ketepatan sebuah alat evalusi berdasarkan kriterium tertentu. Validitas kriterium lebih banyak menggunakan validator dari subjek walaupun tidak menutup kemungkinan menggunakan (validatornya) adalah ahli. Validitas kriterium juga memliki dua jenis, yaitu:
a.       Validitas    Banding
Validitas banding disebut demikian jika alat evaluasi tersebut tepat mengukur dengan berdsarakan pengalaman.
b.      Validitas  Ramalan
Validitas ramalan adalah validitas yang tepat mengukur dalam memprediksi kejadian di masa mendatang.
Jika proses pengumpulan data hasil penilaian validator maka selanjutnya adalah menganalisis hasil penilaian tersebut. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menentukan korelasi antara skor yang dikumpulkan melalui alat evaluasi tersebut dengan skor yang telah ada atau melalui alat ukur lainnya, tentunya alat ukur yang telah dibakukan dan diasumsikan memiliki tingkat validitas yang tinggi.
Beberapa jenis analisis yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien validitasnya, antara lain:
  1. Korelasi Product Moment dengan Simpangan.
Korelasi Product Moment, dengan persamaan:
Keterangan:
    • rxy adalah koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
    • x adalah selilih antara X dengan X rata-rata (x =X-Xrata-rata)
    • y adalah selilih antara X dengan X rata-rata (y =Y-Yrata-rata)
  1. Korelasi Product Moment dengan Angka Kasar
Korelasi Product Moment dengan Angka Kasar, dengan persamaan:
Keterangan, N adalah banyaknya subjek
  1. Korelasi Metode Ranking
Korelasi Metode Ranking, dengan persamaan:
Keterangan: N adalah jumlah subjek dan d adalah selisih rangking antara X dan Y
Hasil analisis data dalam menentukan koefisien validitasnya selanjutnya dicocokan dengan kriteria validitas dari alat evaluasi tersebut, yaitu:

Koefisien validitas
Kriteria
0,80 - 1,00
Sangat tinggi
0,60 - 0,80
Tinggi
0,40 - 0,60
Sedang
0,20 - 0,40
Rendah
0,00 - 0,20
Sangat rendah
< 0,00
Tidak valid

Untuk menghindari rendahnya tingkat validitas terutama pada kategori valid Rendah dan Sangat Rendah atau berada pada koefisien validitas di bawah nilai 0,40 dikategorikan tidak valid hal ini bertujuan untuk mempertahankan tingkat kesahihan alat evaluasi tersebut, sedangkan pada koefisien validitas 0,40-0,60 (kriteria sedang) dikategorikan valid setelah sebelumnya diadakan revisi terhadap alat evaluasi tersebut.
E.   Reabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama – sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan. Dalam penelitian keperawatan, walaupun sudah ada beberapa pertanyaan ( kuisioner ) yang sudah distandarisasi baik nasional maupun internasional ,peneliti harus tetap menyeleksi instrumen yang dipilih dengan mempertimbangkan keadaan sosial budaya dari area penelitian ( Nursalam, 2003 : 108 ).
Reliabilitas berarti konsistensi tes mengukur apa yang seharusnya diukur.Realibilitas tes perlu, tetapi tidak memadai sebagai syarat validitas tes. Agar supaya tes valid, maka dia harus reliabel. Namun demikian tes yang reliabel belum tentu valid.
Reabilitas merujuk pada konsitensi skor yang di capai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau di bawa kodisi pengujian yang berbeda. Konsep reliabilitas ini mendasari perhitungan kesalahan pengukuran atas skor tunggal, yang bisa kita pakai untuk memprediksi kisaran fluktuasi yang mungkin muncul dalam skor individual sebagai hasil dari faktor-faktor peluang yang tak diketahui atau irrelevan.
Dalam pengertian yang paling luas, reliabilitas tes menunjukkan sejauh mana perbedaan-perbedaan individual dalam skor tes dapat dianggap sebagai disebabkan oleh perbedaan yang sesungguhnya dalam karateristik yang dipertimbangkan dan sejauh mana dapat dianggap disebabkan oleh kesalahan peluang. Untuk menempatkannya dalam istilah yang lebih teknis, ukuran-ukuran reliabilitas tes memungkinkan untuk memperkirakan berapa proporsi dari varians total skor-skor tes yang merupakan varians kesalahan.
Pada dasarnya, koefisien korelasi (r) menyatakan derajat kesesuaian atau hubungan, antara dua perangkat skor. Dengan demikian, jika individu dengan skor top pada variabel 1 juga mendapatkan skor top pada variabel 2, individu nomor dua pada variabel dua dan seterisnya sampai pada individu paling buruk skornya dalam kelompok, lalu akan ada korolasi sempurna pada variabel 1 dan 2. korelasi seperti akan memiliki nilai + 1,00.

Ada tiga kategori koefisien reliabilitas, yaitu :
1.      Reliabilitas test-Retes
Menggunakan sebuah instrumen, namun diteskan dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan yaitu rumus korelasi Pearson.
2.      Reliabilitas Bentuk-Alternatif
Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrumen yang paralel (ekuivalen), yaitu dua buah instrumen yang disusun berdasarkan satu kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrumen yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil kedua instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson). Korelasi antara skor-skor yang didapatakan pada dua bentuk itu merupakan koefisien reliabilitas tes.
3.      Konsistensi Internal Ukuran Reliabilitas
Reliabilitas Belah-Separuh (Split-Half Reliability).
Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrumen saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrumen menjadi dua sama besar.

F.    Taksonomi
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.

Taksonomi pendidikan pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
  1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
  2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.      Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
1.      Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)

Ø  Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.
Ø  Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.
Ø  Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.
Ø  Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
Ø  Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
Ø  Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb.
2.      Domain Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
# Receiving/Attending (Penerimaan)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
# Responding (Tanggapan)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

# Valuing (Penghargaan)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
# Organization (Pengorganisasian)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
# Characterization by a Value or Value Complex (Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
3.      Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
v  Perception (Persepsi)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
v  Set (Kesiapan)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
v  Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
v  Mechanism (Mekanisme)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
v  Complex Overt Response (Repon Tampak yang Kompleks)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
v  Adaptation (Penyesuaian)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
v  Origination (Penciptaan)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

G.  Tes Standar
Tes kemampuan pada dasarnya terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
1.    Aptitude test (tes bakat)
2.    Achievement test (tes prestasi)
Perbedaan antara kedua tes ini sebenarnya tidak tegas, soal-soal mengenai kedua tes tersebut seringkali saling melengkupi (overlap). Untuk kedua macam tes ini biasanya menggunakan hitungan-hitungan dan perbendaharaan kata-kata dan sekelompok tes dari kedua macam tes ini biasanya juga menguji tentang keterampilan membaca. Kesamaan yang lain adalah bahwa keduanya telah digunakan untuk meramalkan hasil untuk masa yang akan datang, walaupun pada umumnya jika kita menggunakan tes prestasi penilai melihat apa yang telah diperoleh setelah siswa (tercoba) itu di beri suatu pelajaran.
Prosedur yang digunakan untuk menentukan isi dari tes prestasi juga sedikit berbeda dengan yang digunakan pada waktu penyusunan tes bakat. Di dalam penyusunan tes prestasi belajar usaha-usaha digunakan untuk menentukan pengetahuan dan keterampilan yang sudah di ajarkan di berbagai tingkat pendidikan dan butir-butir tes di peruntukkan bagi penilaian materi-materi ini.
1.   Tes Prestasi Standar
Di antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi standar. Dalam salah satu kamus, arti kata “standar” adalah:
·         A degree of level of requirement, excellence, or attainment (Scarvia B. Anderson)
Standar untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang harus dimiliki bagi suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu kursus A berbeda dengan kursus B. Jadi standar ini dapat dibuat “keras” maupun “lunak” tergantung dari yang mempunyai kebijaksanaan. Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan tes prestasi biasa.
Prosedur yang digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui cara langsung yang ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk menentukan isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis tugas yang merupakan tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga mempertimbangkan sifat-sifat yang ada pada manusia. Analisis jabatan analisis tugas yang dilakukan biasanya tidak didasarkan atas salah satu kurikulum, tetapi di ambil dari masyarakat.
Istilah “standar” dalam tes di maksudkan bahwa semua siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan dengan mengikuti petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Dengan demikian maka seolah-olah ada suatu standar atau ukuran sehingga diperoleh satu standar penampilan (performance) dan penampilan kelompok lain dapat dibandingkan dengan penampilan kelompok standar tersebut.
Istilah “standar” tidak mengandung arti bahwa tes itu mengukur apa yang harus dan dapat di ajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menyiapkan suatu tingkat tertentu. Sekali lagi, tes standar dipolakan untuk penampilan prestasi sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara seragam, di usahakan dalam kondisi yang seragam, baik itu di berikan kepada siswa dalam pelaksanaan perseorangan maupun siswa sebagai anggota dari suatu kelompok.
Penyusun tes standar selalu mengusahakan agar sistem skoringnya sangat objektif sehingga dapat diperoleh reliabilitas yang tinggi. Apabila mungkin, dilakukan dengan mesin, hal ini tidak berarti bahwa bentuk tes standar harus selalu pilihan berganda. Tetapi untuk skoringnya di usahakan agar tidak kena bias faktor-faktor lain. Usaha lain adalah penggunaan skala skor dan norma yang relevan. Skala skor di gunakan untuk menyesuaikan antara bentuk paralel dan bentuk aslinya. Di samping itu juga diperlukan penjelasan terinci tentang tes itu. Tentang keterangan ini akan dibicarakan pada bagian kelengkapan tes standar.
2.   Perbandingan antara Tes Standar dengan Tes Buatan Guru
Setelah mempelajari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa tes standar sebenarnya bukanlah suatu yang istimewa dalam tes prestasi belajar. Tes ini disusun dalam tipe-tipe soal yang sama dan meliputi bahan atau pengetahuan yang sama banyak dengan bahan atau pengetahuan yang dicakup oleh tes buatan guru.
Tes Standar   :
1)      Di dasarkan atas bahan dan tujuan umum dari sekolah-sekolah diseluruh negara.
2)       Mencakup aspek yang luas dan pengetahuan atau keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk setiap keterampilan atau topik.
3)      Disusun dengan kelengkapan staf profesor, pembahas, editor, butir tes.
4)      Menggunakan butir-butir tes yang sudah di ujicobakan (try out), di analisis dan di revisi sebelum menjadi sebuah tes.
5)      Mempunyai reliabilitas yang tinggi.
6)      Dimungkinkan menggunakan norma untuk seluruh negara.   
Tes Buatan Guru :
1)      Di dasarkan atas bahan dan tujuan khusus yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya sendiri.
2)      Dapat terjadi hanya mencakup pengetahuan atau keterampilan yang sempit.
3)      Biasanya disusun sendiri oleh guru dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain/tenaga ahli.
4)      Jarang-jarang menggunakan butir-butir tes yang sudah di ujicobakan, dianalisis, dan di revisi.
5)      Mempunyai reliabilitas sedang dan rendah.
6)      Norma kelompok terbatas kelas tertentu.
Untuk menyusun tes standar, di butuhkan waktu yang lama. Seperti disebutkan bahwa untuk memperoleh sebuah tes standar melalui prosedur:
-    Penyusunan;
-    Uji coba;
-    Analisis;
-    Revisi;
-    Edit.

3.  Kegunaan Tes Standar
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kegunaan tes standar adalah:
a)      Jika ingin membuat perbandingan,
b)       Jika banyak orang yang akan memasuki suatu sekolah tetapi tidak tersedia data tentang calon ini.
Walaupun sangat luas, namun secara garis besar, kegunaan tes standar adalah:
1)      Membandingkan prestasi belajar dengan pembawaan individu atau kelompok.
2)      Membandingkan tingkat prestasi siswa dalam keterampilan di berbagai bidang studi untuk individu atau kelompok.
3)      Membandingkan prestasi siswa antara berbagai sekolah atau kelas.
4)      Mempelajari perkembangan siswa dalam suatu periode waktu tertentu.

4. Kegunaan Tes Buatan Guru
1)      Untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang di berikan dalam waktu tertentu.
2)       Untuk menentukan apakah sesuatu tujuan telah tercapai.
3)      Untuk memperoleh suatu nilai.
Selanjutnya baik tes standar dan tes buatan guru di anjurkan dipakai jika hasilnya akan digunakan untuk:
a.       Mengadakan diagnosis terhadap ketidakmampuan siswa.
b.      Menentukan tempat siswa dalam suatu kelas atau kelompok.
c.       Memberikan bimbingan kepada siswa dalam pendidikan dan pemilihan jurusan.
d.      Memilih siswa untuk program-program khusus.
5.    Kelengkapan Tes Standar
Sebuah tes yang sudah distandardisasikan dan sudah dapat disebut sebagai tes standar, biasanya dilengkapi dengan sebuah manual. Manual ini memuat keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk yang perlu terutama yang menjelaskan tentang pelaksanaan, menskor, dan mengadakan interpretasi.
Secara garis besar manual tes standar ini memuat:
1)    Ciri-ciri mengenai tes
2)    Tujuan serta keuntungan-keuntungan dari tes
3)    Proses standardisasi tes
4)    Petunjuk-petunjuk tentang cara pelaksanaan test.
5)    Petunjuk-petunjuk bagaimana cara menskor
6)    Petunjuk-petunjuk untuk menginterpretasikan hasil
7)    Saran-saran lain

H.  Analisis Nilai Tes
Tes sebagai Alat Penilaian Hasil Belajar
1.    Tes Uraian
Tes uraian , yang dalam literature disebut juga essay examination, merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alas an, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Berikut ini kelebihaan atau keunggulan tes uraian antara lain adalah:
a)      Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
b)      Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
c)      Dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berfikir logis, analitis, dan sistematis;
d)     Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving)
e)      Adanya keuntungan teknis seperti mudahnya membuat soal sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berfikir siswa.
Dilain pihak kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini antara lain adalah :
a)      Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
b)      Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bias bertanya tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya berdasarkan apa yang dikehendakinya;
c)      Tes ini juga biasanya kurang realibel, mengungkap aspek yang terbatas , pemeriksaanya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relative besar.
a.    Jenis-jenis tes uraian
(a)    Uraian bebas (free essay)
(b)    Uraian terbatas dan uraian terstruktur
Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk :
a.       Mengungkapkan para pandangan siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya.
b.      Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak ada satu pun jawaban yang pasti.
c.       Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi dan dimensinya.
Kelemahan tes ini adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bias bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.
Bentuk kedua dari tes uraian adalah uraian terbatas. Dalam bentuk pertanyaan  telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan bias dari segi : (a) ruang lingkupnya, (b) sudut pandang menjawabnya (c) indikator-indikatornya.
b.    Menyusun soal bentuk uraian
1)    Dari segi isi yang diukur
Segi yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abiliasnya, misalnya pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan, dan aspek kognitif lainnya. Dengan kejelasan apa yang akan diungkapkan maka soal atau pertanyaan yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan siswa dalam abilitas tersebut.
2)    Dari segi bahasa
Gunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah diketahui makna yang terkandung dalam rumusan pertanyaan.
3)    Dari segi teknis penyajian  soal.
Hendaknya jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang sama sekalipun untuk abilitas yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih komperhensif daripada segi lingkup materinya.
4)    Dari segi jawaban
Setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaikmya telah ditentukan jawaban yang diharapkan, minimal pokok-pokoknya. Tentukan pula besarnya skor maksimal untuk setiap soal yang dijawab benar dan skor minimal bila jawaban diaangap salah atau kurang memadai.
c.    Pemeriksaan, skoring, dan penilaian tes uraian.
Ada dua cara pemeriksaan jawaban soal uraian. Cara pertama ialah diperiksa seorang demi seseorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Cara kedua adalah diperiksa nomor demi nomor untuk semua siswa. Artinya diperiksa terlebih dahulu omor satu untuk semua siswa. Kemudian diberi skor , dan setelah selesai baru soal nomor dua.
2.    Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. 
a.    Bentuk soal jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau symbol dan jawaban hanya dapat bernilai benar atau salah. Ada dua bentuk soal jawaban singkat, yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Contoh :
-    Berapakah luas daerah segitiga yang panjang alasnya 8 cm dan tingginya 6 cm.
b.    Bentuk soal benar-salah
Bentuk soal benar adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pertanyaan. Sebagian dari pertanyaan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi meupakan pernyataan salah. Pada umumnya bentuk soal benar-benar dapat dipakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi, dan prinsip.
Contoh :
(B)-S    1. Danau Toba di sumatera Utara dari segi pembentukannya merupakan danau tektonik.
B-(S)     2. Berat satu liter air adalah 100 gram.
c.    Bentuk soal menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang parallel. Kedua kelompok pernyataan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.
Contoh ;
1.    Kekurangan vitamin C                             a.    Penyakit rabun ayam
2.    Kekurangan vitamin B kompleks             b.    seriawan
3.    Kekurangan vitamin B1                            c.    Penyakit gondok
4.    Kekurangan vitamin A                             d.    Penyakit rakhitis
5.    Kekurangan vitamin D                              e.    Penyakit beri-beri

d.    Bentuk soal pilihan ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling cepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas :
·         steam     - pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan dinyatakan
·          option    - sejumlah pilihan atau alternative jawaban
·          kunci    - jawaban yang benar atau paling tepat
·          distractor    - jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Bina   Aksara.
Harjanto.2010. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Mudjijo. 1995. Tes Hasil Belajar. Jakarta. PT Bumi Aksara
Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada
Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar