Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Daerah
A.
Ruang
Lingkup Akuntansi PEMDA
Akuntansi
keuangan daerah merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan
pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) daerah (kabupaten, kota atau provinsi)
yang dijadikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi.
Dengan
adanya reformasi atau pembaharuan di dalam sistem perrtanggungjawaban keuangan
daerah, sistem lama yang selama ini digunakan oleh Pemda baik pemerintah
propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yaitu Manual Administrasi Keuangan
Daerah (MAKUDA) yang diterapkan sejak 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung
kebutuhan Pemda untuk menghasilkan laporan keuangan dalam bentuk neraca dan
laporan arus kas sesuai PP 105/2000 pasal 38. Untuk dapat menghasilkan laporan
keuangan tersebut diperlukan suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang
didasarkan atas standar akuntansi pemerintahan.
Sistem
yang lama (MAKUDA) dengan ciri-ciri , antara lain single entry (pembukuan
tunggal), incremental budgeting ( penganggaran secara tradisional yakni rutin
dan pembangunan) dan pendekatan anggaran berimbang dinamis sudah tidak dapat
lagi memenuhi kebutuhan daerah, karena beberapa alasan :
a. Tidak mampu memberikan informasi
mengenai kekayaan yang dimiliki oleh daerah, atau dengan kata lain tidak dapat
memberikan laporan neraca.
b. Tidak mampu memberikan informasi
mengenai laporan aliran kas sehingga manajemen atau publik tidak dapat
mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan adanya kenaikan atau penurunan kas
daerah.
c. Sistem yang lama (MAKUDA) ini juga
tidak dapat membantu daerah untuk menyusun laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD berbasis kinerja sesuai ketentuan PP 105/2000, yaitu :
• Pasal 5 yang mewajibkan daerah membuat laporan pertanggungjawaban berbasis kinerja.
• Pasal 8 yang menyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (ouput). PP Nomor 108/2000.
• Pasal 5 yang mewajibkan daerah membuat laporan pertanggungjawaban berbasis kinerja.
• Pasal 8 yang menyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (ouput). PP Nomor 108/2000.
d. Tidak mampu memberikan informasi
mengenai kekayaan yang dimiliki oleh daerah, atau dengan kata lain tidak dapat
memberikan laporan neraca.
Kebijakan
akuntansi yang digunakan oleh suatu pemerintah daerah perlu memperhatikan
kesesuaiannya dengan SAP. Identifikasi ini sangat menentukan penesuaian yang
harus dilaksanakan. Beriku ini beberapa kebijakan akuntansi penting yang
seringkali belum sepenuhnya sesuai dengan SAP :
1. Pengakuan Pendapatan dan Belanja
Pendapatan
diakui setelah penerimaan uang disetor ke rekening kas umum daerah dan belanja
diakui setelah uang dikeluarkan dari rekening kas umum daerah.
2. Pengakuan Kewajiban
Kepmendagri
29/2002 menyatakan bahwa utang diakui pada akhir periode. SAP menyatakan bahwa
kewajiban diakui pada saat pinjaman diterima atau kewajiban timbul . Untuk
meyakini bahwa seluruh utang sudah disajikan dineraca, pemerintah daerah
dan setiap satuan kerja perangkat daerah perlu menginvestarisasikan utang-utang
diunitnyamasing-masing dan menyajikannya dineraca per 31 desember tiap
tahunnya.
3. Pengakuan Aset
Kepmendagri No. 29/2002 mengatur
bahwa pengakuan aset dilakukan pada akhir periode. Sementara SAP menyatakan bahwa aset diakui pada saat diterima dan/atau hak
kepemiikan berpindah. Dengan demikian selama tahun berjalan terdapat perbedaan
waktu pengakuan aset, namun pada akhir periode akuntansi akan diperoleh saldo
aset yang sama.
B. Penyusunan
Laporan Keuangan Daerah
Sejak awal tahun 2002, pemerintah
daerah sudah membuat neraca awal daerah dengan mengacu kepada Pedoman SAKD
hasil Tim Pokja SK Menkeu 355/2001 dan Kepmendagri 29/2002 dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku serta praktek-praktek internasional. Hingga
saat ini, pemerintah daerah yang telah memiliki neraca daerah sebanyak 169
Pemerintah Daerah berdasarkan hasil asistensi yang dilakukan oleh BPKP sebagai
anggota Tim Pokja 355/2001. Hal ini merupakan tonggak sejarah bukan saja bagi
pemerintah daerah, tetapi juga bagi pemerintah Indonesia. Dengan adanya neraca
tersebut, maka laporan pertanggungjawaban keuangan daerah akan menjadi lebih
transparan dan akuntabel kepada publik .
Adapun perbedaan prinsip-prinsip
yang mendasar antara sistem yang lama dengan sistem akuntansi keuangan daerah
(SAKD) yang baru sebagaimana yang dimaksudkan dalam PP Nomor 105/2000 tersebut
di atas, antara lain :
Sistem lama (MAKUDA 1981)
|
Sistem yg baru (PP.105/2000)
|
Sistem
pencatatan single entry (Pembukuan tunggal/tidak berpasangan)
|
Sistem
pencatatan Double entry ( Pembukuan
berpasangan)
|
Laporan
yang dihasilkan berupa laporan perhitungan anggaran dan nota perhitungan.
|
Laporan
yang dihasilkan berupa laporan perhitungan anggaran dan nota perhitungan,
neraca daerah dan laporan arus kas.
|
Pengakuan
belanja dan pendapatan berdasarkan kas basis, artinya belanja &
pendapatan daerah diakui pada saat kas dikeluarkan dari/diterima di kas
daerah
|
Pengeluaran
belanja modal hanya dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran, tidak
dicatat sebagai aset tetap.
|
Dual
budget (rutin dan pembangunan)
|
Performance
budget (berbasis kinerja)
|
C. Prinsip-prinsip
dasar di dalam penyusunan laporan keuangan daerah
Prinsip-prinsip dasar yang selama
ini diterapkan pemerintah daerah dalam penyusunan laporan keuangannya dalam
bentuk neraca, laporan arus kas dan laporan perhitungan/realisasi anggaran,
dengan mengacu kepada pedoman SAKD Tim Pokja SK Menkeu 355/2001, Kepmendagri
29/2002 dan praktekpraktek akuntansi yang berlaku di dunia internasional
seperti GFS (Government Finance Statistics) antara lain :
1. Asas Kas (Cash Basis)
Prinsip ini sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku saat ini, baik UU Perbendaharaan Indonesia maupun PP 105 tahun 2000. Undang-undang tahun 17/2003, tentang Keuangan Negara pasal 36 ayat (1) juga mengisyaratkan bahwa selama pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengkuran berbasis kas.
Prinsip ini sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku saat ini, baik UU Perbendaharaan Indonesia maupun PP 105 tahun 2000. Undang-undang tahun 17/2003, tentang Keuangan Negara pasal 36 ayat (1) juga mengisyaratkan bahwa selama pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengkuran berbasis kas.
2.
Asas
Bruto, artinya tidak ada kompensasi antara pendapatan daerah dan belanja
daerah. Misalnya Dinas Pendapatan Daerah memperoleh pendapatan dan untuk
memperolehnya diperlukan belanja, maka pelaporannya harus gross income artinya
pendapatan dilaporkan sebesar nilai pendapatan yang diperoleh, dan belanja
dibukukan pada pos belanja yang bersangkutan sebesar belanja yang dikeluarkan.
Contoh di lapangan, piutang pajak penerangan jalan umum (PPJU) yang harus
disetor oleh PLN tidak boleh dikompensasi dengan tunggakan listrik Pemda kepada
PLN.
3.
Asas
Universalitas, artinya semua pengeluaran harus tercermin dalam anggaran. Hal
ini berarti pula bahwa anggaran belanja merupakan batas komitmen tertinggi yang
bisa dilakukan oleh pemerintah daerah untuk dapat membebani APBD.
4.
Nilai
Historis. Penilaian aset tetap daerah dilakukan dengan menggunakan nilai
historis atau nilai perolehan dan penyajian di neraca tanpa memperhitungkan
penyusutannya (depresiasi aset tetap). Penilaian aset daerah di neraca awal
daerah dilakukan melalui kegiatan inventarisasi secara pisik atas seluruh aset
yang ada, dan dilakukan konversi pengelompokkan aset daerah berdasarkan
klasifikasi aset sesuai pedoman SAKD yang ada.
5.
Kebijakan
akuntansi yang diterapkan daerah atas kendala-kendala yang dihadapi dalam
penilaian aset tetap pada saat penyusunan neraca awal
6.
Neraca
daerah menggunakan classified balance sheet, yaitu neraca dikelompokkan menjadi
aset lancar dan tidak lancar, kewajiban lancar dan tidak lancar serta ekuitas
dana sebagai kelompok penyeimbang.
7.
Struktur
APBD terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan. Belanja diklasifikasikan
menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari belanja operasi dan
belanja modal serta belanja lainnya (PP 105/2000 menggunakan istilah belanja
tak tersangka). Klasifikasi ini sudah sejalan dengan praktekpraktek
internasional.
D. Tujuan
Akuntansi dan pelaporan Keuangan PEMDA
Pemerintah daerah mempunyai
kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang
dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu
periode pelaporan untuk kepentingan :
1) Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan
sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada Pemerintah
Daerah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodic.
2) Manajemen
Membantu para pengguna laporan
keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Pemerintah Daerah dalam
periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana Pemerintah Daerah
untuk kepentingan masyarakat.
3) Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang
terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban Pemerintah Daeah dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan.
4) Keseimbangan antargenerasi
Membantu para pengguna laporan untuk
mengetahui apakah penerimaan Pemerintah Daerah pada periode laporan cukup untuk
membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikandan apakah generasi yang akan
datang diasumsikan akan ikut menanggung beban atas pengeluaran tersebut.
Pelaporan keuangan pemerintah daerah
menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam menilai
akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun
politik dengan tujuan :
a.
Menyediakan
informasi mengenai apakah penerimaan periode berjalan cukup untuk membiayai
seluruh pengeluaran.
b.
Menyediakan
informasimengenai apakah cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya
telah sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan.
c.
Menyediakan
informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan
Pemerintah daerah serta hasil-hasil yang telah dicapai dalam satu periode.
d.
Menyediakan
informasi mengenai bagaimana pemerintah daerah mendanai seluruh kegiatanna dan
mencukupi seluruh kebutuhan kasnya.
e.
Menyediakan
informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi pemerintah daerah berkaitan
dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman.
f.
Menyediakan
informasi mengenai perubahan posisi keuangan pemerintah daerah, apakah
mengalami kenaikan atau penurunan, sebaga akibat dari kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan
tersebut, laporan keuangan pemerintah daerah menyediakan informasi mengenai
pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas
pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
R.S,Soemarso.2004. Suatu Pengantar Akuntansi, buku 1, edisi 5. Jakarta:
Salemba Empat.
www.belbuk.com/pedoman-penyusunan-kebijakan-akuntansi-pemeritah-daerah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar