A.PENDAHULUAN
Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi,
membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas
kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain
pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak akan dapat berjalan.
Rencana dapat berupa rencana informal
atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan
bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana
formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam
jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota
korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana
itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan
kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Perencanaan
berkaitan dengan penentuan apa yang akan di lakukan. Perencanaan mendahului
pelaksanaan, karena pelaksanaan merupakan suatu proses untuk menentukan kemana
harus pergi dan mengidentifikasikan persyaratan yang akan diperlukan dengan
cara yang paling efektif dan efisien. Perencanaan pengajaran di Indonesia
merupakan suatu proses penyusunan alternatif kebijaksanaan dalam mengatasi
masalah, yang akan di laksanakan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan
pendidikan nasonal dengan mempertimbangkan kenyataan yang ada dibidang social
ekonomi, sosial budaya.
Perencanaan adalah
menentukan apa yang akan dilakukan mempunyai arah lain, menyusun
langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan
yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.
Segala perbuatan manusia mengandung
tujuan, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Dalam sistem pendidikan secara
nasional, tujuan umum pendidikan secara eksplisit tertera dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Seluruh aparatur pemerintah termasuk
petugas-petugas pendidikan, harus terlebih dahulu memahami makna dari rumusan
tersebut dan menterjemahkannya dalam bentuk rumusan tujuan yang sesuai dengan
tingkat dan jenis pendidikan yang diselenggarakan pada lembaga tersebut. Dari
tujuan umum pendidikan ini kemudian dijabarkan ke dalam tiga bentuk tujuan;
yaitu tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan
instruksional.
Tujuan institusional merupakan tujuan
yang dirumuskan dari masing-masing institusi atau lembaga pendidikan, seperti
tujuan Sekolah Dasar, tujuan Sekolah Menengah Pertama, tujuan Madrasah Aliyah,
dan lain sebagainya yang masing-masing dicanangkan sesuai dengan harapan
lulusannya. Sedangkan tujuan kurikuler merupakan tujuan yang dirumuskan untuk
masing-masing mata pelajaran. Misalnya tujuan pelajaran Pendidikan Agama,
Matematika, dan seterusnya. Masing-masing mata pelajaran memiliki tujuan yang
berbeda sesuai karakteristik mata pelajaran tersebut serta tingkat institusi
yang melaksanakannya.
Tujuan instruksional merupakan tujuan
yang lahir akibat terjadinya proses mempelajari setiap materi pelajaran yang
dilakukan dalam situasi belajar-mengajar. Tujuan instruksional selanjutnya
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus. Perbedaan antara kedua macam tujuan ini didasarkan atas
luasnya tujuan yang akan dicapai.
Sedangkan tujuan instruksional merupakan tujuan yang hendak kita capai
dalam setiap bagian mata pelajaran apa yang kita ajarkan pada suatu sekolah
tertentu. Tujuan instruksional ini akan menjawab pertanyaan apa yang harus
dicapai oleh siswa dalam mata pelajaran tertentu pada suatu bahan/waktu
tertentu? Pencapaian tujuan instruksional ini akan menunjang pencapaian tujuan
kurikuler suatu mata pelajaran.
B. PEMBAHASAN
Merumuskan tujuan
instruksional sangatlah penting, bahkan ini dapat dipandang sebagai sebuah
kebutuhan dan hak peserta didik yang harus dilaksanakan oleh setiap pendidik.
Selain untuk menjelaskan arah belajar peserta didik, manfaat lain yang bisa
diperoleh dari membuat tujuan instruksional ini adalah:
- guru memiliki arah untuk memilih bahan pelajaran dan prosedur mengajar;
- guru mengetahui batas-batas tugas dan wewenangnya dalam mengajarkan suatu bahan;
- guru memiliki patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar peserta didik;
- guru sebagai pelaksana dan pemegang kebijakan pembelajaran mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efisiensi pengajaran;
- dan lain sebagainya.
Mengingat begitu pentingnya
membuat dan merumuskan tujuan instruksional, maka di sini penulis akan mencoba
sedikit menjelaskan masalah Tujuan Instruksional Umum (TIU) yang sering
kita jumpai dalam kegiatan belajar-mengajar. Termasuk akan penulis jelaskan
Kriteria perumusan tujuan instruksional umum serta beberapa pembahasan tentang
taksonomi pendidikan. Semoga makalah sederhana ini dapat menambah perbendaharaan
keilmuwan kita sebagai tenaga pendidik di Indonesia.
A- Pengertian Tujuan
Instruksional Umum
Kegiatan belajar-mengajar
atau kegiatan pengajaran sering juga disebut dengan istilah Instruksional. Dari
istilah “instruksional” ini kemudian muncul istilah “tujuan
instruksional”. Soemarsono dalam bukunya “Tujuan Instruksional”, – sebagaimana
yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto – mendefenisikan tujuan
instruksional sebagai tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan,
keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat
dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior)
yang dapat diamati dan diukur. Selanjutnya tujuan instruksional ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU), dan Tujuan
Instruksional Khusus (TIK).
Dalam bahasa Inggris
terdapat sejumlah istilah yang menyatakan tujuan yang bersifat umum,
seperti “aim”, “general purpose”, “goal”, dan sebagainya.
Sedangkan dalam Prosedur Pengembangann Sistem Instruksional (PPSI) biasa disebut
dengan Tujuan Instruksional Umum atau disingkat TIU. Adapun yang dimaksud
dengan Tujuan Instruksional Umum adalah suatu kegiatan mengidentifikasi
kebutuhan instruksional untuk memperoleh jenis pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang tidak pernah dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh
peserta didik, (yang mana) jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap
tersebut masih bersifat umum atau garis besar. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional Umum hanya menggariskan hasil-hasil yang
bersifat umum pada kegiatan belajar dari setiap mata pelajaran yang harus
dicapai oleh setiap peserta didik.
Jika kita berbicara tentang
tujuan umum, biasanya sering terjebak ke dalam kalimat indah dan muluk
kedengarannya, tetapi akan menemui kesukaran bila hendak diwujudkan karena
menimbulkan tafsiran yang aneka ragam menurut pandangan masing-masing. Misalnya
tujuan: “menjadi manusia yang baik”, “yang bertanggungjawab”, “bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa”, “yang mengabdi kepada masyarakat”, dan sebagainya. Tujuan
yang umum seperti itu sangat kabur dan tidak bisa diukur tingkat
keberhasilannya, bahkan berpotensi melahirkan macam-macam tafsiran. Kita tidak
tahu dengan jelas apa yang dimaksud dengan “baik”, “bertanggungjawab” atau
“mengabdi kepada masyarakat”. Oleh sebab itu TIU harus dianalisis sebagai
bersifat umum, dan karena itu tidak memberi pegangan yang mantap untuk
menentukan bahan, strategi penyajian, maupun penilaian. Untuk itu, Tujuan
Instruksional Umum harus dijabarkan secara khusus ke dalam Tujuan Instruksional
Khusus.
Dalam dunia pendidikan
dikenal sejumlah usaha untuk menguraikan tujuan yang sangat umum ini. Salah
seorang di antaranya ialah Herbert Spencer (1860) yang menganalisis
tujuan pendidikan dalam lima bagian yang berkenaan dengan:
- Kegiatan demi kelangsungan hidup.
- Usaha mencari nafkah.
- Pendidikan anak.
- Pemeliharaan hubungan dengan masyarakat dan negara.
- Penggunaan waktu senggang.
Hasil analisis Herbert
Spencer di atas masih sangat umum dan perlu diuraikan lebih lanjut. Tokoh yang
pertama berusaha memperinci tujuan pendidikan secara sistematis adalah Franklin
Bobbitt. Dalam bukunya How to Make a Curiculum (1924) ia
mengemukakan cara yang sistematis tentang menentukan tujuan pendidikan, yakni
dengan meneliti kegiatan-kegiatan manusia dewasa dalam kehidupan masyarakat. Ia
menemukan 10 kelompok kegiatan utama yang banyak kesamaannya dengan
penggolongan Herbert Spencer. Akan tetapi Franklin Bobbitt menguraikannya lebih
lanjut menjadi 10 bidang yang lebih khusus. Usahanya itu dijuluki orang pada
waktu itu sebagai permulaan “gerakan ilmiah” dalam pembinaan kurikulum, karena
menurut pendapat mereka kurikulum serupa itu didasarkan atas penelitian. Dan
sejak saat itu timbullah kurikulum dengan tujuan-tujuan yang lebih terinci.
Setiap kurikulum diisertai oleh tujuan-tujuan khusus sebagai hasil analisis
dari tujuan-tujuan yang lebih umum. Namun meski begitu, analisis yang mereka
lakukan belum sampai kepada taraf analisis dan rumusan tujuan khusus seperti
yang dituntut dalam teknologi pendidikan sekarang yakni sebagai tujuan
berbentuk perilaku peserta didik yang dapat diamati dan diukur keberhasilannya
setelah memperoleh suatu pelajaran.
Adapun manfaat dalam
menentukan tujuan instruksional; baik tujuan instruksional umum maupun khusus
di antaranya:
- Menentukan tujuan (objective) proses belajar mengajar
- Menentukan persyaratan awal instruksional
- Merancang strategi instruksional
- Memilih media pembelajaran
- Menyusun instrumen tes pada proses evaluasi (pre-tes dan post-tes)
- Melakukan tindakan perbaikan atau improvement pembelajaran.
Dalam pengembangan
kurikulum dan perencanaan pengajaran, dibedakan antara tujuan instruksional
umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU). Ialah tujuan
yang harus dicapai oleh guru dalam menyajikan materi-materi pelajaran dalam
situasi belajar yang terarah dan terkontrol, karena masih luas dan belum
menjurus dalam sesuatu tertentu. Misalnya: Mengetahui dan memahami
struktur kalimat yang meliputi huruf jaar. Hal ini menimbulkan
pertanyaan, apa yang diharapkan oleh guru terhadap siswa agar dapat mengetahui
dan memahami struktur kalimat yang meliputi huruf jaar? bukankah huruf jaar
cukup banyak jumlahnya?. Demikian pula agar siswa dapat menggunakan beberapa
kata baru dan struktur kalimat yang meliputi huruf jaar masih
menimbulkan pertanyaan, apa yang dapat diharapkan oleh pengajar agar siswa
dapat menggunakan beberapa kata baru tersebut?, dan seterusnya. Karena masih
terdapat beberapa problem dan agar menjadi jelas maka TIU harus disederhanakan
lagimenjadi TIK.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Ialah hasil
belajar dari analisis TIU, dimana TIK bersifat spesifik dan dapat diukur secara
spesifik. Setiap topik diuraikan dalam sejumlah sub topik dan dari sub topik
dirumuskan sejumlah TIK. Tujuan instruksiunal khusus keberhasilannya dapat
diukur, yang pada umumnya mengandung unsur-unsur berikut:
a)
“apa” sebagai hal yang akan dirumuskan dalam
pernyataan yang mengandung perbuatan tentang sesuatu yang dapat diharapkan dari
hasil belajar.
b)
“hingga
mana” merupakan pernyataan sampai sejauh mana anak mampu menguasai hal-hal yang
diajarkan baik secara kwantitas maupun kwalitas sehingga dapat diukur atau
dinilai.
c)
“siapa”
yang dimaksud adalah semua siswa yang terlibat dalam proses belajar, namun
demikian dalam hal tertentu terdapat perbedaan misalnya, pendidikan jasmani
siswa laki-laki akan berbeda tugasnya terhadap siswa perempuan.
d)
“dalam
kondisi bagaimana” maksudnya dalam hal spesifik dapat dinyatakan untuk diberi
penilaian
Langkah-langkah
yang akan dilaksanakan untuk merencanakan desain instruksional :
1. Buatlah/susunlah pokok-pokok
bahasan, dan tentukan tujuan untuk tiap pokok bahasan tersebut (goals, topics, and general purposes).
2. Sebutkan karakteristik siswa yang
penting sehubungan dengan desain yang akan dibuat (learner characteristics).
3.
Sebutkan
apa saja yang menjadi tujuan belajar yang akan dicapai oleh siswa di mana hasil
belajar siswa tersebut mungkin untuk diukur (learning
objectives).
4. Buatlah daftar isi (materi)
pelajaran yang akan membantu tiap tujuan sub3 di atas (subject content).
5.
Kembangkan
suatu tes perkiraan (assessment)
untuk menjajaki latar belakang siswa dan pengetahuan siswa tentang pokok
bahasan yang akan diajarkan (pre-assessment).
6.
Tentukan
kegiatan mengajar dan belajar, serta pilihlah sumber-sumber belajarnya (teaching/learning activit seres and
resources).
7.
Koordinasilah
semua rencana penunjang seperti anggaran, personalia, fasilitas, peralatan, dan
jadwal kegiatan untuk menunjang terlaksananya rencana pengajaran (support services).
8. Buatlah evaluasi hasil belajar siswa
untuk menguji kembali apakah rencana sudah berjalan sebagaimana diharapkan atau
belum (evaluation).
B.
Pokok bahasan
Pokok
bahasan menjadi dasar pngajaran dan menggambarkan ruang lingkupnya. Pada saat
sekarang ini ada kecenderungan untuk memadukan disiplin ilmu, seperti bahasa
Inggris dan seni (English and art), sosiologi, ekonomi dan politik, bahkan
ekonomi biologi.
C.
Tujuan umum
Biasanya
tujuan umum ditandai dengan tanda-tanda ”memahami”, “waspada” (terhadap suatu
peristiwa), dan sebagainya.kata-kata kerja semacam itu tidak operasional dan
sukar menentukan criteria spesifiknya. Jadi, maksud dan tujuannya merupakan
pernyataan.
Tujuan umum tersebut
sangat luas. Apabila kita batasi, mungkin tujuan tersebut merupakan pernyataan dari masyarakat, siswa,
atau bidang studi.
Contoh
Bidang
Studi : IPS dan IPA (interdisciplinary)
Mata
Pelajaran : Problem Masa Kini
Pokok
Bahasan : Masa Depan (The Future)
Tujuan
Umum : Membantu siswa memikirkan dunia di masa depan dan kemungkinan
pengaruhnya terhadap kehidupan.
Setelah
memahami pokok bahasan dan tujuan umum serta melihat contoh di atas, maka anda
hendaknya mencoba membuat pokok bahasan dan tujuan umum sesuai dengan bidang
anda.
Karakteristik siswa
(learner characteristics)
Tujuan mengetahui karakteristik siswa adalah untuk
mengukur, apakah siswa akan mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak, sampai
di mana minat siswa terhadap pelajaran yang akan di pelajari. Bila siswa mampu,
hal-halapa yang memperkuat,dan bila tidak mampu hal-hal apa yang menjadi
penghambat.
Hal-hal
yang perlu diketahui dari siswa:
Faktor-faktor akademis
-
Berapa jumlah siswa dalam satu kelas
-
Apa latar belakang pendidikan (sekolah
yang pernah ditempuh)
-
Bagaimana nilai rata-rata yang pernah
dicapai tiap sekolah/kursus/latihan yang pernah dialami
-
Apakah siswa mempunyai kebiasaan bekerja
sendiri
-
Bagaiana kebiasaan belajar siswa
-
Apakah siswa sudah mengetahui serba
sedikit latar belakang pokok bahasan yang akan dipelajari
-
Apakah tingkat intelejensia siswa
tinggi, sedang, atau rendah.
-
Apakah siswa mampu membaca cepat
-
Apa saja yang dikuasai oleh siswa (student achievement)
-
Bagaimana motivasi belajar siswa
-
Apakah yang menjadi haapan siswa setelah
mempelajar pokok bahasan tersebut
-
Bagaimana aspirasi kebudayaan dan
vokasional siswa
Faktor-faktor sosial
-
Umur dan tingkat kematangan
-
Perhatian (minat)
-
Apakah ada siswa teladan dalam satu
kelas
-
Apakah ada siswa yang cacat pisik
-
Bagaimana hubungan antarsiswa
-
Bagaimana latar belakang
sosial-ekonominya
Kondisi
belajar
Menurut
Dunn and Dunn, kondisi belajar dapat mempengaruhi konsentrasi, penerapan, dan
penerimaan informasi. Pengaruh kondisi lingkungan tempat belajar terhadap
seseorang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda-beda. Kita sering menyaksikan
bahwa anak-anak muda lebih suka (comfortable)
belajar sambil mendengarkan musik dari radio atau tape recorder di samping,
dengan volume yang cukup besar. Orang lain lebih suka belajar dalam ruangan
yang tenang.
Dunn and Dunn membagi
kondisi belajar menjadi empat golongan:
1) Lingkungan
pisik (physical environment), seperti
pengaruh suara, cahaya, temperature, dan pengaturan meja kursi serta perabotan
(furniture) setempat.
2) Lingkungan
emosional (emotional environment).
Seperti motivasi individu, ketepatan tugas, dan tanggung jawab.
3) Lingkungan
sosiologis (sociological environment),
seperti kebiasaan belajar/bekerja sendiri atau bersama, tanggapan terhadap
orang/pejabat yang sedang berkuasa dan lain-lain.
4) Kondisi
fisiologis siswa sendiri (student’s own
physiological make-up), seperti ketajaman atau kelemahan indra, kebutuhan
gizi, tidak atau terlalu banyak mobilitas,penghargaan terhadap waktu
sehari-hari, irama kehidupan, dan bagaimana sikapnya terhadap efisiensi
tugas-tugas.
Tehnik
belajar
Ada
siswa yang belajar lebih efektif dan ada yang tidak. Ada yang lebih mudah
mengerti melalui pendekatan visual, ada yang mudah menangkap verbal, dan ada
yang lebih cocok bila ada kegiatan praktek, latihan, aktivitas pisik, atau
simulasi.
Tujuan belajar (learning objectives)
Setelah
selesai mempelajari pokok bahasan, apakah yang harus siswa ketaui atau kerjakan
atau harus siswa lakukan?
Tujuan,
harus:
-
Dinyatakan dengan melakukan
keaktifan/kegiatan siswa
-
Dapat diukur apakah kelah tujuan bisa di
capai atau tidak
-
Dapat ditulis lebih dahulu atau kemudian
setelah isi pelajaran disusun garis besarnya.
Pada
umumnya tujuan dikategorikan menjadi tiga kawan (domain) yaitu:
1) Tujuan
kognitif
2) Tujuan
psikomotor
3) Tujuan
afektif
1)
Tujuan
kognitif
Yaitu apabila kita
mempelajari suatu ilmu pengetahuan, informasi, pikiran, dan lain-lain. Tujuan
yang sifatnya menambah pengetahuan tersebut termasuk tujun kognitif.
Apabila kita ikuti
pendapat Bloom, akan tampak lebih jelas cirri dan tingkat tujuan kognitif,
yaitu:
(1) Penambahan
pengetahuan (knowledge): termasuk di
dalamnya tujuan kemampuan untuk menghafal, meniru, mengungkapkan kembali, dan
sebagainya.
(2) Pemahaman
(comprehension): yaitu kemampuan
untuk mengerti, mengintrepretasi, dan menyatakan kembali dalam bentuk lain.
(3) Penerapan
(application): yaitu kemampuan untuk
menggunakan atau menerapkan teori, prinsip, praturan, atau informasi ke dalam
situasi yan baru.
(4) Analisis
(analize): misalnya menganalisis satu
masalah yang kompleks dengan membaginya menjadi beberapa bagian kecil untuk
ditelaah satu per satu (kasus).
(5) Sinstesis
(synthese): yaitu menggabungkan
beberapa bagian (hal) ke dalam suatu wadah/bentuk baru.
(6) Evaluasi:
yaitu kemampuan untuk menentukan kriteria.
Umumnya
sekolah mengajarkan sebagian besar tujuan kognitif ini.
2)
Tujuan
psikomotor
Yaitu
tujuan yang berhubungan dengan keterampilan atau keaktifan pisik (motor skills)
Kawasan psikomotor pada
tahun 1956 kurang mendapat perhatian dari Bloom dan kawan-kawannya karena
mereka tidak percaya bahwa pengembangan tujuan dalam kawasan tersebut sangat
berguna. Tetapi mereka menyebutkan bahwa tujuan pendidikan dalam kawasan ini
berkenaan dengan otot, keterampilan motorik, atau gerak yang membutuhkan
koordinasi otot.
Namun beberapa pakar lain
berhasil mengembangkan taksonomi kawasan psikomotor, salah satunya dikembangkan
oleh Harrow (1972). Taxonomy Harrow ini juga menyusun tujuan psikomotor secara
hierarkhis dalam lima tingkat, mencakup tingkat meniru sebagai yang paling
sederhana dan naturalisasi sebagai yang paling kompleks.
1. Meniru (Immitation)
Tujuan instruksional pada
tingkat ini mengharapkan mahasiswa untuk dapat meniru suatu prilaku yang
dilihatnya.
2. Manipulasi
(Manipulation)
Pada tingkat ini mahasiswa
diharapkan untuk melakukan suatu prilaku tanpa bantuan visual, sebagaimana pada
tingkat meniru. Mahasiswa diberi petunjuk berupa tulisan atau instruksi verbal,
dan diharapkan melakukan tindakan (prilaku) yang diminta. Contoh kata kerja
yang digunakan sama dengan untuk kemampuan meniru.
3. Ketetapan Gerakan (Pecision)
Pada tingkat ini mahasiswa
diharapkan melakukan suatu perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun
petunjuk tertulis, dan melakukannya dengan lancar, tepat, seimbang, dan akurat.
4. Artikulasi (Artikulation)
Pada tingkat ini mahasiswa
diharapkan untuk menunjukkan serangkaian gerakan dengan akurat, urutan yang
benar, dan kecepatan yang tepat.
5. Naturalisasi (Naturalization)
Pada tingkat ini mahasiswa
diharapkan melakukan gerakan tertentu secara spontan atau otomatis. Mahasiswa
melakukan gerakan tersebut tanpa berfikir lagi cara melakukannya dan urutannya.
3)
Tujuan
afektif
Tujuan ini meliputi:
-
Penentuan sikap
-
Apresiasi
-
Nilai-nilai (values)
-
Evaluasi
-
Menyenangi
Dari ketiga kawasan tujuan pendidikan
di atas, yang paling banyak mendapatkan perhatian pada jenjang pendidikan
tinggi adalah kawasan kognitif. Di dalam kawasan kognitif yang paling penting
adalah jenjang analisis sintesis dan evaluasi, karena sangat dibutuhkan dalam
pemecahan masalah.
Tapi sesungguhnya pengklasifikasian
ini tidak dimaksudkan untuk memilah-milah prilaku manusia seperti halnya kita
mencopoti kursi menjadi bagian-bagiannya, melainkan hanyalah sebagai usaha
pakar dalam menganalisis prilaku peserta ddik agar memungkinkan pengembangan
usaha-usaha pendidikan secara lebih sistematis. Dan dengan mengetahui titik
berat kawasan prilaku tersebut, tenaga pendidik dapat menyusun rencana dan
program pendidikan yang lebih terarah kepada tujuan pendidikan yang dimaksud
dan lebih sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Kegiatan belajar mengajar dan media
(teaching/learning activities and
resources)
Prinsip-prinsip
belajar
Menurut
para pakar psikologi, seperti B.F. Skinner
dan kawan-kawannya,hasil penelitian mereka membuktikan bahwa
prinsip-prinsip belajar pada umumnya dapat dibedakan menjadi seluruh prinsip
sebagai berikut ini.
1.
Persiapan belajar (pre learning preparation)
2.
Motivasi (motivation)
3.
Perbedaan individual (individual differences)
4.
Kondisi pengajaran (instructional condition))
5.
Partisipasi aktif (active participation)
6.
Cara pencapaian yang berhasil (successful achievement)
7.
Hasil yang sudah diperoleh (knowledge of results)
8.
Latihan (practice)
9.
Kadar bahan yang diberikan (rate of presenting materiil)
10.
Sikap pengajar ((instructor’s
attitude)
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Tiga
jenis kegiatan belajar mengajar adalah :
1. Pengajaran klasikal (group presentation)
2. Belajar mandiri (individualized learning)
3.
Interaksi
antara pengajar dan siswa (interaction
between teacher and student)
KEMAMPUAN DAN
HUBUNGAN KERJA
Komponen
pengelolaan kgiatan belajar mengajar dan pelaksanaannya perlu memiliki
kemampuan dan hubungan kerja yang erat agar dapat dicapai hasil yang maksimal.
Kemampuan hubungan kerja tersebut apabila dirinci adalah sebagai berikut :
·
Penyusunan
desain instruksional
Seorang penyusun desain instruksional
tidak mutlak harus menguasai mata pelajaran yang akan dibuat desainnya. Tetapi
dia harus mempunyai latar belakang dan pengalaman dalam bidang filsafat
pendidikan, psikologi belajar, dan metode pengajaran.
·
Ahli
kurikulum dan materi pelajaran
·
Ahli
teori belajar
·
Ahli
evaluasi
Tugas ahli evaluasi :
a)
Mengembangkan
instrument tes untuk penilaian pendahuluan (pre-assessment)
tentang : pengetahuan, konsep, dan prinsip
b)
Melaksanakan
performance selama program berlangsung. Dapat mengevaluasi sikap dan skala
prioritas proses belajar mengajar.
c) Melaksanakan evaluasi hasil
belajar akhir (posttest).
·
Ahli
media
·
Staf
administrasi
·
Ahli
perpustakaan
·
Teknisi
·
Asisten
·
Sekretaris
·
Siswa
·
Hubungan
kerja
Kunci keberhasilan dalam menyusun suatu
perencanaan (instruksional planning) adalah adanya kerjasama yang saling
menunjang, pembagian tanggung jawab, dan terbuka untuk dikritik.
·
Beberapa
pertimbangan
1.
Dalam
penyususna desain dibutuhkan waktu yang cukup.
2.
Batasilah
waktu dan persoalan setiap kali pertemuan untuk menjaga agar waktu pertemuan
tidak berlarut-larut, dan masalah yang dibahas tidak terlalu luas
3.
Merencanakan
suatu desain instruksional adalah suatu seni, bukan perencanaan yang matematis.
Karena itu setiap keputusan adalah kesepakatan tim.
4.
Selalu
ada kemungkinan revisi.
5.
Proses
perencanaannya harus luwes.
6.
Produk
suatu desain instruksional perlu diperkenalkan oleh pengajar yang bersangkutan
, baik melalui suatu jurnal maupun melalui rapat bidang studi untuk mendapat
tambahan input.
7.
Apabila
produk tersebut adalah sesuatu yang baru sama sekali dan mendapat reaksi dari
beberapa pihak, pengajar harus member penjelasan tentang latar belakang,
sebab-sebab, alasan, dan dasar-dasar pertimbangan, mengapa sampai lahir produk
baru tersebut.
8.
Penjelasan
secara gambling kepada siswa.
9.
Setelah
siswa mengerti, pengajar harus mampu mempengaruhi siswa untuk dapat menerima
desain instruksional tersebut.
10. Mendengar pendapat siswa apakah
desain yang baru tersebut menarik, sesuai kemampuan, kecepatan mengajar,
keefektifan belajar, dan sebagainya.
·
Mengukur
hasil desain
Dengan proses belajar mengajar yang
menggunakan desain instruksional ini dicoba untuk mengukur sejauh mana tujuan
yang diharapkan dapat tercapai, dan apakah tujuan yang sudah tercapai tersebut
sudah efektif dan efisien.
C.
PENUTUP
Demikianlah sekilas
pembahasan tentang Tujuan Instruksional Umum yang dapat penulis utarakan pada
kesempatan kali ini. Dan diakhir tulisan ini, ada beberapa kesimpulan yang
dapat kita rangkum, di antaranya:
- Tujuan instruksional merupakan tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur. Sedangkan tujuan instruksional umum (TIU) merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi kebutuhan instruksional untuk memperoleh jenis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tidak pernah dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik, (yang mana) jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap tersebut masih bersifat umum atau garis besar.
- Tujuan instruksional dikelompokkan dalam tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun tujuan pengklasifikasian ini merupakan usaha pakar dalam menganalisis prilaku peserta ddik agar memungkinkan pengembangan usaha-usaha pendidikan secara lebih sistematis.
- Perumusan tujuan instruksional yang jelas, terukur, dan dapat diamati menjadi semakin penting untuk dapat menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar mencapai tujuan atau tidak. Di antara cara merumuskan tujuan instruksional secara tepat adalah sebagai berikut: (1) Menyebutkan pelaku/audience; yaitu peserta didik; (2) Menggunakan istilah “akan dapat” yang menunjukkan bahwa peserta didik mulai belajar; (3) Memilih kata kerja aktif dan dapat diamati; (4) Menyebutkan kompetensi atau prilaku akhir yang diharapkan dapat dicapai peserta didik.
- Mengingat bahwa pada kenyataannya terjadi interaksi antara faktor kognitif, afektif, dan psikomotor dalam pembelajaran, jika relevan, dalam penyusunan tujuan instruksional pengintegrasian jenis-jenis tujuan tersebut perlu dilakukan.
Petunjuk
praktis merumuskan tujuan pengajaran :
1. Formulasikan dalam bentuk yang
operasional.
2. Rumuskan dalam bentuk produk
belajar.
3. Rumuskan dalam tingkah laku
siswa, bukan tingkah laku guru.
4. Rumuskan sedemikian rupa sehingga
menunjukkan dengan jelas tingkah laku yang dituju.
5. Usahakan hanya mengandung satu
tujuan belajar.
6. Rumuskan tujuan dalam tingkat
keluasan yang sesuai.
7. Rumuskan kondisi dari tingkah
laku yang dikehendaki.
8. Cantumkan standard tingkah laku
yang dapat diterima.
SUMBER
PUSTAKA
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Rineka
Cipta, Jakarta, 2010.
Istanailmu.2011, Tujuan
Instruksional Umum (http://istanailmu.com/2011/04/13/tujuan-instruksional-umum-tiu/html, diakses tanggal 30 oktober 2011)
tanggal 30 oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar